Rabu, 29 Januari 2014

Ringkasan Linguistik Umum



Ringkasan Linguistik Umum
 
Nama               : Fatkhurroziqin
NPM               : 091 0301 025
Mata Kuliah    : Linguistik Umum
Tugas               : Meringkas Buku Linguistik Umum

PENDAHULUAN
Ilmu linguistik disebut juga linguistik umum(general linguistics). Artinya ilmu linguistik tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, seperti bahasa Jawa atau bahasa Arab, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa pada umumnya, bahasa yang menjadi alat interaksi sosial milik manusia, yang dalam peristilahan Prancis disebut Langage.
Bukan hanya linguistik yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya, Ilmu-ilmu lain juga ada mengambil bahasa sebagai objek kajiannya, seperti ilmu susastra, ilmu sosial, psikologi, dan fisika. Perbedaannya adalah ilmu susastra memandang bahasa sebagai wadah seni, sebagai sarana untuk mengungkapkan karya seni. Ilmu sosial memandang bahasa sebagai alat interaksi sosial  di dalam masyarakat. Psikologi memandang bahasa sebagai gejala pelahiran kejiwaan. Fisika memandang bahasa sebagai fenomena alam, yakni sebagai gelombang bunyi yang merambat dari mulut pembicara ke telinga si pendengar. Sedangkan linguistik memandang bahasa sebagai bahasa.
2. LINGUISTIK SEBAGAI ILMU
2.1 Keilmiahan Linguistik
Tiga tahap perkembangan disiplin linguistik yaitu: pertama adalah tahap spekulasi yang membicarakan mengenai sesuatu dan cara mengambil kesimpulan dilakukan dengan sikap spekulatif. Artinya, kesimpulan itu dibuat tanpa didukung oleh bukti-bukti empiris dan dilaksanakan tanpa menggunakan prosedur-prosedur tertentu. Kedua adalah tahap obsevasi dan klasifikasi. Pada tahap ini para ahli di bidang bahasa baru mengumpulkan dan menggolong-golongkan segala fakta bahasa dengan teliti tanpa member teori atau kesimpulan apapun. Ketiga adalah tahap perumusan teori. Pada tahap ini setiap disiplin ilmu berusaha memahami masalah-masalah dasar dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai masalah-masalah itu berdasarkan data empiris yang dikumpulkan. Kemudian dalam disiplin itu dirumuskan hipotesis atau hipotesis-hipotesis yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, dan menyusun tes untuk menguji hipotesis-hipotesis terhadap fakta-fakta yang ada.
2.2 Subdisiplin Linguistik
Subdisiplin linguistik berdasarkan :
2.2.1 Objek kajiannya adalah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu dan dapat dibedakan adanya linguistik umum dan linguistik khusus. Linguistik umum adalah linguistik yang berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa secara umum. Linguistik khusus berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa yang berlaku pada bahasa tertentu, seperti bahasa inggris, bahasa Indonesia.
2.2.2 Objek kajiannya adalah bahasa pada masa tertentu atau bahasa sepanjang masa,dapat dibedakan adanya linguistik sinkronik dan linguistik diakronik.  Linguistik sinkronik mengkaji bahasa pada masa terbatas, studi ini disebut linguistik deskriptif,misalnya mengkaji bahasa Indonesia pada tahun dua puluhan. Linguistik diakronik mengkaji bahasa pada masa yang tidak terbatas, bisa sejak kelahiran bahasa itu sampai zaman punahnya bahasa tersebut. Kajian ini biasanya  bersifat historis dan komparatif.
 2.2.3 Objek kajiannya adalah struktur internal bahasa itu atau bahasa itu dalam kaitannya dengan berbagai faktor di luar bahasa, yang dibedakan adanya linguistik mikro dan linguistik makro. Linguistik mikro kajiannya pada struktur internal suatu bahasa tertentu atau struktur internal suatu bahasa tertentu atau struktur internal bahasa pada umumnya. Yang termasuk linguistik mikro yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikologi.
Linguistik Makro menyelidiki bahasa dalam kaitannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, lebih banyak membahas faktor luar bahasanya itu daripada struktur internal bahasa. Yang termasuk dalam linguistik makro yaitu sosiolinguistik(mempelajari bahasa dalam hubungan pemakaiannya di masyarakat), psikolinguistik(menyelidiki hubungan bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia, termasuk bagaimana kemampuan berbahasa itu dapat di peroleh), antropolinguistik(mempelajari hubungan bahasa dengan budaya dan pranata budaya manusia), stilistika(mempelajari bahasa yang digunakan dalam bentuk-bentuk karya sastra).
 2.2.4 Tujuan pengkajiannya apakah untuk keperluan teori belaka atau untuk tujuan terapan. Linguistik teoretis berusaha mengadakan penyelidikan terhadap bahasa atau bahasa-bahasa, atau juga terhadap hubungan bahasa dengan faktor-faktor yang berada di luar bahasa hanya untuk menemukan kaidah-kaidah yang berlaku dalam objek kajiannya itu.
2.2.5  Di luar cabang yang sudah membicarakan dalam penyelidikan bahasa, ada bidang lain yang menggeluti sejarah linguistik yang berusaha menyelidiki perkembangan seluk beluk ilmu linguistic itu sendiri dari masa kemasa, serta mempelajari pengaruh ilmu-ilmu lain, dan pengaruh pelbagai pranata masyarakat( seperti kepercayaan, adat istiadat, pendidikan, dan sbg) terhadap linguistik sepanjang masa.
2.3 ANALISIS LINGUISTIK
Analisis linguistic dilakukan terhadap bahasa atau lebih tepat terhadap semua tataran tingkat bahasa yaitu fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, dan semantik.
2.4 MANFAAT LINGUISTIK
Bagi linguis sendiri pengetahuan yang luas mengenai linguistik tentu akan sangat membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya. Bagi peneliti, kritikus, dan peminat sastra linguistic akan membantunya dalam memahami karya-karya sastra dengan lebih baik, sebab bahasa yang menjadi objek penelitian linguistik itu, merupakan wadah pelahiran karya sastra. Bagi guru, terutama guru bahasa , pengetahuan linguistik sangat penting mulai dari subdisiplin fonologi, morfologi, sintaksis, semantic, leksikologi, sampai dengan pengetahuan mengenai hubungan bahasa dengan kemasyarakatan dan kebudayaan.
3 OBJEK LINGUISTIK: BAHASA
3.1 PENGERTIAN BAHASA
Menurut Kridalaksana(1983, dan juga dalam Djoko Kentjono 1982): bahasa adalah system lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.
3.2 HAKIKAT BAHASA
3.2.1 Bahasa Sebagai Sistem
Kaitan dengan ilmu, sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sistem ini dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen yang satu dengan lainnya berhubungan secara fungsional.
3.2.2 Bahasa Sebagai Lambang
Kata lambang sering dipadankan dengan simbol. Lambang dengan seluk beluknya dikaji orang dalam kegiatan ilmiah dalam bidang kajiannya adalah ilmu semiotika atau semiologi, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia, termasuk bahasa.
Lambang menandai sesuatu yang lain secara konvensional, tidak secara alamiah dan langsung. Misalnya di Jakarta, jika di jalan ada bendera kuning, maka itu berarti ada orang meninggal. Karena secara konvensional bendera kuning dijadikan tanda akan adanya kematian.
Gerak isyarat atau gesture adalah tanda yang dilakukan dengan gerakan anggota badan dan tidak bersifat imperative seperti sinyal.
Gejala atau symptom adalah suatu tanda yang tidak disengaja, yang dihasilkan tanpa maksud, tetapi alamiah untuk menunjukkan atau mengungkapkan bahwa sesuatu akan terjadi.
Ikon adalah tanda yang paling mudah dipahami karena kemiripannya dengan sesuat yang mewakili. Misalnya gambar bangunan, patung.
Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya sesuatu yang lain, seperti asap yang menunjukkan adanya api.
3.2.3 BAHASA ADALAH BUNYI
Bahasa adalah bunyi, maka dapat dikatakan bahwa bahasa adalah sitem lambang bunyi. Jadi sitem bahasa itu adalah berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi.  Menurut Kridalaksana(1983: 27) bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan-perubahan dalam tekanan udara. Kemudian yang dimaksud dengan bunyi pada bahasa atau yang termasuk lambang bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, selain itu tidak termasuk bunyi bahasa. Bunyi bahasa atau bunyi ujaran adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang di dalam fonetik diamati sebagai “fon” dan di dalam fonemik sebagai “fonem”.
3.2.4 BAHASA ITU BERMAKNA
Bahasa itu adalah sistem lambang yang berwujud bunyi. Sebagai lambang tentu ada yang dilambangkan. Maka yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pemikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna. Misalnya lambang bahasa yang berwujud bunyi (kuda): lambang itu mengacu pada konsep”sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai.
3.2.5 BAHASA ITU ARBITRER
Kata arbitrer bisa diartikan sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka. Kemudian yang dimaksud arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. misalnya antara kuda dengan yang dilambangkannya, yaitu sejenis binatang berkaki empat, yang bisa dikendarai.
3.2.6 BAHASA ITU KONVENSIONAL
Meski hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkanya bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Misalnya, binatang berkaki empat yang bisa dikendarai, yang secara arbitrer dilambangkan dengan kuda, maka anggota masyarakat Indonesia , semuanya harus mematuhinya.
3.2.7 BAHASA ITU PRODUKTIF
Bahasa itu dikatakan produktif, maksudnya meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu.misalnya kita ambil unsur /a/, /i/,/k/,t/. maka kita akan mengasilkan ikat/kita/kait/kiat/kati/
3.2.8 BAHASA ITU UNIK
Unik artinya mempunyai cirri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain. Kalau bahasa dikatakan bersifat unik, maka artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini menyangkut sistem bunyi, sitem pembentuk kata, sistem pembentuk kalimat, atau sistem lainnya.
3.2.9 BAHASA ITU UNIVERSAL
Maksudnya ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Bahasa itu berupa ujaran, maka ciri universal dari bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vocal dan konsonan.  Bahasa Indonesia misalnya mempunyai 6 buah vokal dan 22 buah konsonan, sedangkan bahasa arab mempunyai 3 buah vokal pendek dan 3 buah vokal panjang, serta 28 buah konsonan
3.2.10 BAHASA ITU DINAMIS
Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupanya di dalam masyarakat  kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu dinamis
3.2.11 BAHASA ITU BERVARIASI
Mengenai variasi bahasa ada tiga istilah, yaitu idioleh, dialek, dan ragam. Idiolek adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perorangan. Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu. Dialek temporal atau kronolek adalah variasi bahasa yang digunakan pada masa tertentu. Dialek sosial atau sosiolek adalah variasi bahasa yang digunakan sekelompok anggota masyarakat dengan status sosial tertentu.
3.2.12 BAHASA ITU MANUSIAWI
Maksudnya bahasa itu hanya dihasilkan oleh alat ucap manusia. Sehingga yang mempunyai bahasa itu hanya manusia. Binatang tidak mempunyai bahasa. Meskipun binatang dapat berkomunikasi dengan sesame jenisnya bahkan juga dengan manusia adalah memang suatu kenyataan.
3.3 BAHASA DAN FAKTOR LUAR BAHASA
Objek kajian linguistic mikro adalah struktur intern bahasa atau sosok bahasa itu sendiri, sedangkan kajian linguistic makro adalah bahasa dalam hubungannya dengan faktor di luar bahasa.

3.3.1 MASYARAKAT BAHASA
Masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama. Dengan demikian kalau ada sekelompok orang yang merasa sama-sama menggunakan bahasa sunda, maka bisa dikatakan mereka adalah masyarakat bahasa sunda.
3.3.2 VARIASI DAN STATUS SOSIAL BAHASA
Bahasa itu bersifat variasi karena anggota masyarakat penutur bahasa itu sangat beragam dan bahasa itu sendiri digunakan untuk keperluan yang beragam pula. Ada dua macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status pemakainya. Yang pertama variasi bahasa tinggi (T) yang digunakan dalam situasi resmi, seperti pidato kenegaraan, bahasa pengantar dalam pendidikan, dll. Yang kedua adalah variasi bahasa rendah (R) digunakan dalam situasi tidak formal, seperti di rumah, di warung, dll.
3.3.3 PENGGUNAAN BAHASA
Hymes(1974) seorang pakar sosiolinguistik mengatakan bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan dengan unsur yang diakronimkan SPEAKING:
(1)   Setting dan scence yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya percakapan
(2)   Participants, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan.
(3)   Ends yaitu maksud dan hasil percakapan.
(4)   Act sequences yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan.
(5)   Key yaitu menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan percakapan.
(6)   Instrumentalities yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan, apakah secara lisan atau bukan.
(7)   Norms yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan.
(8)   Genres yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan.
3.3.4 KONTAK BAHASA
Dalam masyarakat yang terbuka artinya yang para anggotanya dapat menerima kedangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu  atau lebih dari satu masyarakat, akan terjadilah apa yang disebut kontak bahasa. Bahasa dari masyarakat yang menerima kedatangan akan saling mempengaruhi dengan bahasa dari masyarakat yang datang.
3.3.5 BAHASA DAN BUDAYA
Hipotesis yang dikeluarkan Edwar Sapir dan Benjamin Lee Whorf yang menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan, atau dengan lebih jelas bahasa itu mempengaruhi cara berfikir dan bertindak  anggota masyarakat penuturnya. Jadi bahasa itu menguasai cara berfikir dan bertindak manusia. Apa yang dilakukan manusia selalu dipengaruhi oleh sifat-sifat bahasanya.
3.4 KLASIFIKASI BAHASA
3.4.1 KLASIFIKASI GENETIS
Klasifikasi genetis disebut juga klasifikasi geneologis, dilakukan berdasarkan garis keturunan bahasa-bahasa itu, artinya suatu bahasa berasal atau diturunkan dari bahasa yang lebih tua. Menurut teori klasifikasi genetis ini, suatu bahasa prato(bahasa tua, bahasa semula) akan pecah dan menurunkan dua bahasa baru atau lebih.
Klasifikasi genetis ini dilakukan berdasarkan criteria bunyi dan arti, yaitu atas kesamaan bentuk (bunyi) dan makna yang dikandungnya. Klasifikasi genetis ini, karena hanyamenggunakan satu criteria yaitu garis keturunan, maka sifatnya menjadi nonarbitrer.
3.4.2 KLASIFIKASI TIPOLOGIS
Klasifikasi tipologis ini dilakukan berdasrkan kesamaan tipe atau tipe-tipe yang terdapat pada sejumlah bahasa. Klasifikasi tipologis ini bersifat arbitrer karena klasifikasi tipologi ini dapat dilakukan pada semua tataran bahasa. Sehingga hasil klasifikasi ini dapat bermacam-macam.
3.4.3 KLASIFIKASI AREAL
Klasifikasi areal dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbal balik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain di dalam suatu areal atau wilayah, tanpa memperhatikan apakah bahasa itu berkerabat secara genetik atau tidak. Dan sifat klasifikasi ini arbitrer.
3.4.4 KLASIFIKASI SOSIOLINGUISTIK
Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor yang berlaku dalam masyarakat; tepatnya berdasarkan status, fungsi, penilaian yang diberikan masyarakat terhadap bahasa itu. Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan empat ciri atau criteria(1) historisitas berkenaan dengan sejarah perkembangan bahasa atau sejarah pemakai bahasa. (2) standarisasi berkenaan dengan statusnya sebagai bahasa baku atau tidak baku, atau statusnya dalam pemakaian formal atau tidak formal. (3) vitalitas berkenaan dengan apakah bahasa itu mempunya penutur yang menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari secara aktif atau tidak. (4) homogenesitas berkenaan dengan apakah leksikon atau tata bahasa itu diturunkan.
3.5 BAHASA TULIS DAN SISTEM AKSARA
Bahasa lisan itu primer sedangkan bahasa tulis itu sekunder. Tapi peranan bahasa tulis di dalam kehidupan modern sangat besar sekali. Karena bahasa tulis bisa menembus waktu dan ruang, sedangkan bahasa lisan begitu diucapkan segera hilang dan tak berbekas. Bahasa tulis dapat disimpan lama sampai waktu yang tak terbatas. Karena itulah kita bisa memperoleh informasi dari masa lalu atau dari tempat yang jauh melalui bahasa tulis ini, tidak melalui bahasa lisan. Bahasa tulis ini juga merupakan rekaman dari bahasa lisan. Dalam pembicaraan mengenai bahasa tulis , kita akan menemukan istilah huruf, abjad, alphabet, graf, grafem, alograf, kaligrafi dan graffiti.
4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI
Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa.  Secara etimologi terbentuk dari kata fon  yaitu bunyi, dan logi  yang berarti ilmu. Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya. Fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik.
Fonetik biasa dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna tau tidak.
Fonemikadalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna. Perhatikan contoh, ternyata bunyi (i) yang terdapat pada kata-kata(intan), (angin), dan (batik) tidak sama.
4.1 FONETIK
Menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu dibedakan adanya tiga jenis fonetik, yaitu (1) fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. (2) fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fasis atau fenomena alam. (3) fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasanitu oleh telinga.
4.1.1 ALAT UCAP
Dalam fonetik artikulatoris hal pertama yang dibicarakan adalah alat ucap manusia untuk menghasilkan bunyi bahasa. Bunyi-bunyi yang terjadi pada alat-alat ucap itu biasanya diberi nama “sesuai dengan nama alat ucap itu. Namun tidak biasa disebut “bunyi gigi” atau “bunyi bibir”, melainkan bunyi dental dan bunyi labial, yakni istilah berupa bentuk ajektif fari bahasa latinya.
4.1.2 PROSES FONASI
Terjadinya bunyi bahasa pada umumnya dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-paru melalui pangkal tenggorok ke pangkal tenggorok, yang didalamnya terdapat pita suara. Supaya udara bisa terus keluar, pita suara itu harus berada dalam posisi terbuka. Setelah melalui pita suara, yang merupakan jalan satu-satunya untuk bisa keluar, entah melalui rongga mulut atau rongga hidung, udara tadi diteruskan ke udara bebas.
4.1.3 TULISAN FONETIK
Tulisan fonetk dibuat untuk keperluan studi fonetik sesungguhnya dibuat berdasarkan huruf-huruf dari aksara latin, yang ditambah dengan sejumlah tanda diakritik dan sejumlah modifikasi terhadap huruf latin tersebut. dalam tulisan fonetik setiap huruf atau lambang hanya digunakan untuk melambangkan satu bunyi bahasa. Akan tetapi dalam bahasa Indonesia sekarang , misalnya huruf e digunanakan untuk melambangkan lebih dari satu bunyi. Bunyi e pada kata kera, monyet  dan sate.
4.1.4 KLASIFIKASI BUNYI
Bunyi bahasa pertama-tama dibedakan atas vokal dan konsonan. Bunyi vokal dihasilkan dengan pita suara terbuka sedikit. Bunyi konsonan terjadi setelah arus udara melewati pita suara yang terbuka sedikit atau agak lebar diteruskan ke rongga mulut atau rongga hidung dengan mendapatkan hambatan di tempat-tempat artikulasi tertentu.
4.1.4.1 KLASIFIKASI VOKAL
Bunyi vokal biasanya diklasifikasi dan diberi nama berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bersifat vertikal dan horizontal. Secara vertikal dibedakan adanya vokal tinggi bunyi (i) dan (u). , vokal tengah misalnya (e) dan vokal rendah adalah (a). secara horizontal dibedakan adanya vokal depan misalnya(i), (e) , vokal pusat misalnya(‘a) dan vokal belakang misalnya (u),(o).
4.1.4.2 DIFTONG ATAU VOKAL RANGKAP
Disebut karena posisi lidah ketika memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Ketidaksamaan itu menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah bergerak serta strikturnya. Caontoh diftong dalam bahasa Indonesia adalah /au/,/ai/. Pada kata harimau, dan sampai.
4.1.4.3 KLASIFIKASI KONSONAN
Dibedakan berdasarkan tiga kriteria yaitu (1) berdasarkan posisi pita suara dibedakan adanya bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit, sehingga terjadilah getaran pada pita suara itu. Yang termasuk bunyi bersuara antara lain, /b/,/d/,/c/,/g/. bunyi tak bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga tidak ada getaran pada pita suara. Contohnya bunyi /s/,/k/,/p/,/t/. (2) tempat artikulasi dibedakan atas : bilabial,labiodental, laminoalveolar,dorsovelar. (3) berdasarkan cara artikulasinya, dibedakan menjadi : hambat, geseran atau frikatif, paduan, sengauan atau nasal, getaran atau trill, sampingan atau lateral, hampiran atau aproksiman.
4.1.5 UNSUR SUPRASEGMENTAL
Ujaran merupakan suatu runtutan bunyi yang sambung-bersambung terus-menerus diselang seling dengan jeda singkat atau jeda agak singkat, disertai dengan keras lembutnya bunyi, tinggi rendahnya bunyi, panjang pendeknya bunyidan sebagainya. Dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat disegmentasikan, sehingga disebut bunyi segmental, tetapi berkenaan dengan keras lembut, panjang endek, tinggi rendah dan jeda tidak dapat disegmentasikan. Bagian dari bunyi tersebut disebut bunyi suprasegmental.
4.1.5.1 TEKANAN ATAU STRES
Tekanan menyangkut masalah keras lunaknya bunyi.
4.1.5.2 NADA ATAU PITCH
Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi.
4.1.5.3 JEDA ATAU PERSENDIAN
Jeda atau persendian berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar. Disebut jeda karena adanya hentian itu, dan disebut persendian karena di tempat perhentian itulah terjadinya persambungan antara segmen yang satu dengan segmen yang lain.
4.1.6 SILABEL
Silabel atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan bunyi ujaran. Satu silabel biasanya meliputi satu vocal, atau satu vocal dan satu konsonan atau lebih. Silabel sebagai satuan ritmis mempunyai puncak kenyaringan  atau sonoritas yang biasanya jatuh pada sebuah vocal. Kenyaringan yang menjadi puncak silabel terjadi karena adanya ruang resonanso berupa rongga mulut, rongga hidunga, atau rongga-rongga lainnya di dalam kepala dan dada. Misalnya kata dalam bahasa Indonesia (dan) kata yang terdiri dari /d/,/a/,/n/, yang menjadi puncak kenyaringan adalah vocal /a/.
4.2 FONEMIK
Objek penelitiannya fonemik adalah fonem, yakni bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi sebagai pembeda makna kata. Maka jika bunyi itu membedakan makna, maka bunyi tersebut fonem,dan sebaliknya, jika bunyi tersebut tidak membedakan makna maka bukan fonem,
4.2.1 IDENTIFIKASI FONEM
Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, maka harus mencari sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa  lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama. Jika ternyata keduan satuan bahasa tersebut maknanya berbeda, maka berarti sebuah fonem. Contah pasangan minimal pada kata laba dan raba. /l/a/b/a dan /r/a/b/a/ yang menjadi perbedaan hanyalah pada huruf awalnya sehingga /l/ dan /r/ merupakan fonem.
4.2.2 ALOFON
Alofon adalah arian fonem berdasarkan posisi di dl kata, msl fonem pertama pada kita dan kata secara fonetis berbeda, tetapi masing-masing adalah alofon dr fonem /k/.


4.2.3 KLASIFIKASI FONEM
Kriteria klasifikasi terhadap fonem sama dengan kriteria yang dipakai untuk klasifikasi bunyi atau “fon”, maka penamaan fonem pun sama dengan penamaan bunyi. Jadi kalau ada bunyi vocal depan tinggi bundar, maka juga ada atau aka nada fonem vocal depan tinggi bundar, kalau ada bunyi konsonan hambat bilabial bersuara, maka ada juga fonem konsonan bilabial bersuara.
4.2.4 KHAZANAH FONEM
Khazanah fonem adalah banyaknya fonem yang terdapat dalam suatu bahasa. Jadi jumlah fonem yang dimiliki suatu bahasa tidak sama dengan jumlah yang dimiliki oleh bahasa lain. Mislanya dalam bahasa Indonesia, ada yang menghitung hanya 24 buah yaitu 6 buah fonem vocal dan 18 buah fonem konsonan.
4.2.5 PERUBAHAN FONEM
Ucapan sebuah fonem dapat berbeda-beda karena sangat tergantung pada lingkungannya., atau pada fonem-fonem lain yang berada di sekitarnya. Beberapa kasus perubahan fonem:
4.2.5.1 ASIMILASI DAN DISIMILASI
Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada dilingkungannya. Misalnya dalam bahasa Indonesia kata sabtu, dalam pengucapanya kata sabtu, konsonan dibaca /p/.
Disimilasi adalah proses yg mengakibatkan dua hal yg sama menjadi tidak sama, msl pasangan bunyi r dan r dihindarkan dan menjadi l dan r, spt kata belajar (dr berajar), telantar (dr terantar).
4.2.5.2 NETRALISASI DAN ARKIFONEM
Netralisasi adalah kondisi hilangnya kontras antara dua fonem dl lingkungan fonologis tertentu, msl dl bahasa Indonesia hilangnya kontras antara /d/ dan /t/ pd posisi akhir
Arkifonem adalah golongan fonem yg kehilangan kontras pd posisi tertentu.


4.2.5.3 UMLAUT, ABLAUT, DAN HARMONI VOKAL
Umlaut adalah perubahan vocal sedemikian rupa, sehingga vocal itu berubah menjadi vokal yang lebih tinggi  sebagai akibat dari vokal berikutnya yang tinggi. Misalnya dalam bahasa belanda pada bunyi /a/ pada kata handje lebih tinggi kualitasnya dibanding dengan hand.
Ablaut adalah perubahan vokal yang kita temukan dalam bahasa indo jerman untuk menandai pelbagai fungsi gramatikal. Misalnya dalam bahasa jerman vokal /a/  menjadi /a”/ untuk mengubah bentuk singularis menjadi bentuk pluralis.
Perubahan bunyi yang disebut harmoni vokal atau keselarasan vokal terdapat dalam bahasa Turki. Perhatikan contoh berikut, kata at’kuda’ bentuk jamaknya adalah atlar’kuda-kuda’.
4.2.5.4 KONTRAKSI
Kontraksi adalah proses atau hasil pemendekan suatu bentuk kebahasaan (spt tidak menjadi tak.
4.2.5.5 METATESIS DAN EPENTESIS
Metatesis adalah pergantian tempat bunyi (huruf) dl sebuah kata, msl berantas jadi banteras; copot menjadi pocot.
Epentesis adalah penyisipan bunyi atau huruf ke dl kata, terutama kata serapan, tanpa mengubah arti untuk menyesuaikan dng pola fonologis bahasa peminjam, spt penyisipan /e/ dl kata kelas.
4.2.6 FONEM DAN GRAFEM
Fonem adalah satuan bunyi terkecil yg mampu menunjukkan kontras makna (msl /h/ adalah fonem krn membedakan makna kata harus dan arus, /b/ dan /p/ adalah dua fonem yg berbeda krn bara dan para beda maknanya.
Grafem adalah satuan terkecil sebagai pembeda dalam sebuah sistem aksara.
5. TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI
Morfologi adalah cabang linguistik yang objek penelitiannya adalah morfem dan kombinasinya.

5.1 MORFEM
Morfem adalah satuan bentuk bahasa terkecil yg mempunyai makna secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yg lebih kecil.
5.1.1 IDENTIFIKASI MORFEM
Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kelau bentuknya tersebut bisa hadir berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Contohnya kedua, ketiga, keempa, kelima  ternyata bentuk ke pada kata tersebut dapat disegmentasikan sebagai satuan tersenridan mempunyai makna yang sama, yaitu menyatakan tingkatan atau derajat. Contoh lain  kekampus, kepasar, kedapu bentuk ke dapat disegmentasikan sebuah satuan tersediri. Ke tersebut menyatakan arah tan tujuan.
5.1.2 MORF DAN ALOMORF
Morf adalah anggota morfem yang tidak dikaitkan dengan distribusinya (seperti i pd kata kenai). Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya.
Alomorf adalah anggota morfem yg sama, yg variasi bentuknya disebabkan pengaruh lingkungan yg dimasukinya (msl morfem ber- mempunyai alomorf ber-, be-, dan bel-).
5.1.3 KLASIFIKASI MORFEM
Beberapa kriteria dalam mengklasifikasi morfem, antara lain berdasarkan kebebasannya, keutuhannya, maknyanya dan sebagainya.
5.1.3.1 MORFEM BEBAS DAN MORFEM TERIKAT
Morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Misalnya dalam bahasa Indonesia , bentuk  pulang, makan, rumah dan bagus adalah termasuk morfem bebas. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Misalnya adalah bentuk juang, henti, gaul, dan baur, karena bentuk-bentuk tersebut, meskipun bukan afiks.


5.1.3.2 MORFEM UTUH DAN MORFEM TERBAGI
Morfem utuh adalah morfem yg secara potensial dapat berdiri sendiri dalam suatu bangun kalimat, misal meja, kursi, kecil.
Morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah. Misalnya pada kata Indonesia kesatuan  terdapat satu morfem utuh, yaitu (satu) dan satu morfem terbagi (ke-/-an).
5.1.3.3 MORFEM SEGMENTAL DAN SUPRASEGMENTAL
Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem (lihat), (lah), (sikat) dan (ber). Jadi semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental.
Morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya.
5.1.3.4 MORFEM BERALOMORF ZERO
Yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi(unsur suprasegmental) melainkan berupa kekosongan.misalnya bentuk tunggal untuk book adalah book dan bentuk jamaknya adalah books; bentuk tunggal sheep dan bentuk jamaknya pun sheep. Karena bentuk jamak untuk books dua morfem yaitu book dan –s. dan dipastikan bentuk jamak sheep dalam morfem (sheep) dan morfem zero.
5.1.3.5 MORFEM BERMAKNA LEKSIKAL DAN MORFEM TIDAK BERMAKNA LEKSIKAL
Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara interen telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses dulu dengan morfem lain. Misalnya dalam bahasa Indonesia morfem /kuda/, /pergi/,/lari/ adalah morfem bermakna leksikal.
Sebaliknya morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi. Misalnya afiks /ber-/, /me-/. Dan /ter-/.
5.1.4 MORFEM DASAR, BENTUK DASAR, PANGKAL (STEM), DAN AKAR (ROOT)

5.2 KATA
5.2.1 HAKIKAT KATA
Menurut bahasawan tradisional, kata satuan bahasa yang memiliki satu pengertian, atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti.
5.2.2 KLASIFIKASI KATA
Istilah lain yang biasa digunakan untuk klasifikasi adalah penggolongan kata atau penjelasan kata, dalam bahasa inggris disebut part of speech. Para tata bahasawan tradisional menggunakan criteria makna dan kriteria fungsi. Kriteria makna digunakan untuk mengidentifikasikan kelas verba, nomina, dan ajektiva, sedangkan kriteria fungsi digunakan untuk mengidentifikasikan preposisi, konjungsi, adverbial, pronominal dan lain-lain. Yang disebut verba adalah kata yang menyatakan tindakan atau perbuatan; nomina adalah kata yang menyatakan benda atau yang dibendakan; konjungsi adalah kata yang bertugas atau berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, atau bagian kalimat yang satu dengan yang lain.
Para tata bahasawan strukturalis membuat klasifikasi kata berdasarkan distribusi kata itu dalam suatu struktur atau konstruksi. Yang disebut nomina adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata bukan; atau dapat mengisi konstruksi  bukan… jadi, kata-kata seperti buku, pensil dan nenek adalah termasuk nomina. Yang termasuk verba adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang  kata tidak; atau atau dapat mengisi konstruksi tidak… jadi kata-kata seperti makan, minum, lari adalah termasuk kata verba. Lalu ajektiva adalah kata-kata yang dapat berdistribusi di belakang kata sangat, atau dapat megisi konstruksi sangat… jadi kata-kata seperti merah, nakal cantik , termasuk kata ajektiva.
5.2.3 PEMBENTUKAN KATA
Pembentukan kata mempunyai dua sifat, yaitu pertama, membentuk katap-kata yang bersifat inflektif, dan kedua yang bersifat derivatif.
5.2.3.1 INFLEKTIF
Adalah sufiks yg ditambahkan pada akar atau dasar untuk membatasi makna gramatikal atau sufiks n afiks yang ditambahkan pada bagian belakang kata dasar, misal -an, -kan, dan -i; akhiran.
5.2.3.2 DERIVATIF
Adalah berasal dari dasar kata (yang memperoleh imbuhan). Pembentukan kata secara derivative membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya. Misalnya dari kata inggris sing”menyanyi” terbentuk kata singer”penyanyi”, dari kata write”menulis”, writer”penulis”.
5.3 PROSES MORFEMIS
Proses morfemis berkenaan dengan afiksasi, reduplikasi, komposisi, juga sedikit tentang konversi dan modivikasi intern.
5.3.1 AFIKSASI
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar  yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi. Misalnya meja, beli, makan dan sikat.
Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Sesuai dengan sifat kata yang dibentuknya, dibedakan adanya dua jenis afik: (1) afiks inflektif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata inflektif atau paradigm infleksional. Misalnya sufiks –s pada kata books sebagai penanda jamak, atau sufiks –ed pada kata looked, sebagai penanda lampau. (2) afiks derivatif.
Prefiks adalah afiks yang dibubuhkan dimuka bentuk dasar, seperti me-
Infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar, seperti er, pada kata seruling.
Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan di akhir bentuk dasar, seperti –kan.
Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi pada awal bentuk dasar dan kedua di bagian akhir kata dasar, contoh, me-/-kan.
5.3.2 REDUPLIKASI
Adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian(parsial), maupun dengan perubahan bunyi. Reduplikasi penuh misalnya meja-meja(dari dasar meja), reduplikasi sebagian misalnya lelaki(dari dasar laki), reduplikasi perubahan bunyi, seperti bolak-balik.
5.3.3 KOMPOSISI
Adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru. Misalnya dalam bahasa Indonesia lalu lintas, daya juang, rumah sakit.  Dalam bahasa arab, akhirulkalam, malaikalmaut.  Dalam bahasa inggris, blackboard, greenhouse.
5.3.4 KONVERSI, MODIFIKASI INTERNAL, DAN SUPLESI
Konversi juga disebut derivasi zero, transmulasi, dan transposisi adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsure segmental.contoh dalam bahasa Indonesia, kata  cangkul  adalah nomina dalam kalimat Ayah membeli cangkul baru tetapi dalam kalimat cangkul dulu baik-baik tanah itu, baru ditanami  adalah sebuah verba.
Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur yang biasanya berupa vocal ke dalam morfem yang berkerangka tetap ( yang biasanya berupa konsonan). Missal dalam bahasa arap ada morfem k-t-b.. ada vocal yang mengisi enjadi katab, kitab.
5.3.5 PEMENDEKAN
Adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya. Misalnya lab(utuhnya laboratorium), hlm (utuhnya halaman).
5.3.6 PRODUKTIVITAS PROSES MORFEMIS
Yang dimaksud adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu, terutama afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak terbatas, artinya ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut.
5.4 MORFOFONEMIK
Morfofonemik disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi atau peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, komposisi. Misalnya proses afiksasi bahasa Indonesia dengan dengan prefiks me- akan terlihat bahwa prefiks me- itu akan berubah menjadi mem-, meny-, meng-,menge, atau tetap me- menurut aturan-aturan fonologis tertentu. Kalau bentk dasarnya mulai dengan konsonan /b/ dan /p/ maka prefiks me- akan menjadi mem-, seperti membeli dan memotong.

6. TATARAN LINGUISTIK (3) : SINTAKSIS
Sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain, atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran. Dalam sintaksis akan dibicarakan (1) struktur sintaksis, (2) satuan-satuan sintaksis,(3) hal-hal lain yang berkenaan dengan sintaksis.
6.1 STRUKTUR SINTAKSIS
Secara umum unsur sintaksis terdiri dari susunan subjek(S), predikat(P), objek(O), dan keterangan(K). menurut Verhaar fungsi-fungsi sintaksis yang berupa S,P,O,K itu merupakan “kotak-kotak kosong” atau “tempat-tempat kosong” yang tidak mempunyai arti apa-apa karena kekosongannya. Tempat-tempat kosong tersebut nantinya akan diisi dengan sesuatu yang berupa kategori dan memiliki perenan tertentu.
Contohnya
Nenek melirik kakek tadi pagi.
Tempat kosong yang bernama subjek diisi oleh nenek yang berkategori nomina yang berperan sebagai pelaku, predikat diisi oleh melirik yang berkategori verba yang memiliki peran aktif, objek diisi oleh kakek yang berkategori nomina yang memiliki peran sasaran dan keterangan diisi oleh tadi pagi yang berkategori nomina, yang memiliki peran waktu.
Struktur sintaksis tidak selalu berurutan S,P,O,K karena  ada susunan lain,
Contohnya
Keluarlah nenek dari kamarnya
Kalimat di atas mempunyai susunan P,S,K.
Contoh lain:
Dia tinggal di Jakarta
Kalimat di atas mempunyai susunan S,P,Pel
6.2 KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS
Dalam tataran morfologi merupakan satuan terbesar(satuan terkecilnya adalah morfem)tetapi dalam tataran sintaksis, kata merupakan satuan terkecil, yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase. Kata sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, yaitu dalam hubungannya dengan dengan unsur –unsur pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar yaitu frase, klausa dan kalimat. Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, sebagai penanda kategori sintaksis dan sebagai perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis.
6.3  FRASE
6.3.1 PENGERTIAN FRASE
Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Pembentuk frase haruslah satuan gramatikal yang bebas, bukan terikat. Misalnya belum makan dan tanah tinggi merupakan frase, tapi kalu tata boga dan interlokal bukan frase, karena boga dan inter merupakan morfem terikat.
6.3.2 JENIS FRASE

6.3.2.1 FRASE EKSOSENTRIK
Adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya frasa di pasar, yang terdiri dari komponen di dan komponen pasar. Secara keseluruhan menduduki fungsi keterangan.dalam kalimat
Dia berdagang di pasar . baik di maupun pasar tidak menduduki keterangan jika berkonstruksi, (dia berdagang di) dan (dia berdagang pasar).
6.3.2.2  FRASE ENDOSENTRIK
Adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksias yang sama dengan keseluruhannya. Artinya salah satu komponennya itu dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya. Misalnya sedang membaca  dalam kalimat (65), komponen keduanya yaitu membaca.(66).
(65) nenek sedang membaca  komik di kamar
(66) nenek membaca  komik di kamar.
6.3.2.3 FRASE KOORDINATIF
Adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri daridua komponen atau lebih yang sama dan sederajat, dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif, baik yang tunggal seperti dan, atau, tetapi maupun konjungsi terbagi seperti baik….baik, makin….makin, dan baik….maupun…
Contohnya : sehat dan kuat, makin terang makin baik.
6.3.2.4 FRASE APOSITIF
Adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya; dan oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan. Misalnya Pak Ahmad, guru saya dapat diubah guru saya, Pak Ahmad rajin sekali.
6.3.3 PERLUASAN FRASE
Perluasan frase maksudnya frase itu dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan. Misalnya frase di kamar tidur dapat diperluas menjadi di kamar tidur saya. Perluasan ini menurut keperluannya dapat dilakukan di sebelah kanan.
6.4 KLAUSA
6.4.1 PENGERTIAN KLAUSA
Klausa adalah satuan sintaksis yang berupa runtutan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat, dan yang lainnya sebagai subjek, objek, keterangan. Selain konstruksi predikat yang harus ada dalam konstruksi klausa, subjek dikatakan wajib, sedangkan yang lain tidak wajib. Contohnya Nenek mandi
Kemudian perbedaan kalimat dengan klausa adalah, bahwa kalimat itu kalau kepada konstruksi itu diberikan intonasi final atau intonasi kalimat.
6.4.2 JENIS KLAUSA
Dibedakan berdasarkan strukturnya dan kategori segmental. Berdasarkan strukturnya dapat dibedakan menjadi (1) klausa bebas adalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap; sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan predikat dan karena itu, mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya Nenekku masih cantik, jika diberi intonasi final sudah menjadi kalimat mayor. (2) klausa terikat memiliki struktur yang tidak lengkap. Unsur ada dalam klausa ini mungkin hanya subjek saja,  mungkin hanya objeknya saja, atau juga hanya berupa keterangan saja. oleh karena itu, klausa terikat ini tidak mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya konstruksi tadi pagi, yang bisa menjadi kalimat jawaban untuk kalimat Tanya: Kapan Nenek membaca komik?
Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya berkategori verba, misalnya nenek mandi, kakek menari. Ada tipe verba, maka dibedakan menjadi (a) klausa transitif yaitu klausa yang predikatnya berupa verba transitif, seperti Nenek menulis surat. (b) klausa intransitive yaitu klausa yang predikatnya berupa verba instrnsitif, misalnya adik menangis, adik melompat-lompat.
6.5 KALIMAT
6.5.1 PENGERTIAN KALIMAT
Merupakan satuan yang langsung digunakan dalam berbahasa, maka para tata bahasawan tradisional biasanya membuat definisi kalimat dengan mengaitkan peranan kalimat itu, sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang ingin dikatakan. Oleh karena itu, kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Contohnya
Nenek membaca komik di kamar.
6.5.2 JENIS KALIMAT
6.5.2.1 KALIMAT INTI DAN NON-INTI
Kalimat inti disebut juga kalimat dasar adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif, atau netral dan afirmatif. Dalam bahasa Indonesia adal 7 pola.
Kalimat inti dapat diubah menjadi kalimat noninti dengan berbagai proses transformative pemasifan, pengingkaran, penanyaan, pemerintahan. Misalnya kalimat nenek membaca komik. ,dapat dilakukan proses pemasifan menjadi komik dibaca nenek., atau pengingkaran nenek tidak membaca komik.
6.5.2.2 KALIMAT TUNGGAL DAN KALIMAT MAJEMUK
Kalimat tunggal itu klausanya hanya satu, sedangkan untuk kalimat majemuk klausanya lebih. Contohnya dalam bahasa Indonesia
Nenekku masih cantik. Contoh kalimat majemuk “ mereka bernyanyi dan menari sepanjang malam.
6.5.2.3 KALIMAT MAYOR DAN KALIMAT MINOR
Perbedaan kalimat mayor dan kalimat minor dilakukan berdasarkan lengkap dan tidaknya klausa yang menjdi konstituen dasar kalimat itu.
Contoh kalimat mayor, nenek berlari pagi,
Contoh kalimat minor, apa itu? Entahlah, ah, siapa, orang dll.
6.5.2.4 KALIMAT VERBAL DAN KALIMAT NON-VERBAL
Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal, atau kalimat yang predikatnya berupa atau frase yang berkategorikan verba. Sedangkan kalimat nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata atau frase verbal. Bisa nomina, ajektifa, adverbial atau numeralia.
6.5.3 INTONASI KALIMAT
Dalam bahasa Indonesia intonasi berupa tekanan, nada atau tempo. Intonasi merupakan cirri utama yang membedakan kalimat dari sebuah klausa. Yang dimaksud tekanan adalah cirri-ciri suprasegmental yang menyertai bunyi ujaran. Tempo adalah waktu yang dibutuhkan untuk melafalkan sebuah ujaran. Nada adalah unsure suprasegmental yang diukur berdasarkan kenyaringan suatu segmen dalam suatu jenis ujaran.
6.5.4.1 MODUS
Adalah pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembicara atau sikap si pembicara tentang apa yang diucapkannya.
6.5.4.2 ASPEK
Adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian atau proses.
6.5.4 MODUS, ASPEK, KALA, MODALITAS, FOKUS, DAN DIATESIS
6.5.4.3 KALA
Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang disebutkan di dalam predikat. Kala ini lazimnya menyatakan waktu sekarang, sudah lampau, dan akan datang.
6.5.4.4 MODALITAS
Adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa; atau juga sikap terhadap lawan bicaranya. Sikap ini dapat berupa, pernyataan, kemungkinan, keinginan, juga keizinan. Misalnya :
Petani Indonesia sebaiknya mendirikan koperasi.
Barangkali dia tidak akan hadir.
6.5.4.5 FOKUS
Adalah unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga perhatian pendengar atau pembaca tertuju pada bagian itu. Dalam bahasa Indonesia focus kalimat dapat dilakukan dengan berbagai cara:
Yang pertama dengan member tekakan pada bagian kalimat yang difokuskan. Misalnya dalam kalimat Dia menangkap ayam saya, kalau tekanan diberikan pada kata dia, maka berarti yang melakukan adalah Dia, bukan orang lain
Kedua, dengan mengedepankan bagian kalimat yang difokuskan. Misalnya Hal itu telah disampaikan kepada DPR oleh pemerintah adalah susunan biasa, kalau ingin difokuskan pada pelakunya; maka unsur pelaku itu yaitu Oleh pemerintahn dapat dikedepankan, sehingga menjadi Oleh pemerintah hal itu telah disampaikan kepada DPR.
6.5.4.6 DIATESIS
Adalah gambaran hubungan antara pelaku atau peserta dalam kalimat dengan perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu. Ada beberapa macam diathesis:1) diatesis aktif yakni subjek yang berbuat atau melakukan suatu perbuatan, contohnya Mereka merampas uang kami. 2) diatesis pasif yaitu jika subjek menjadi sasaran perbuatan, contohnya Uang kami dirampas. 3) diatesis reflektif yaitu jika subjek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri, contohnya Nenek kami sedang berhias. 4) diatesis resiprokal yaitu jika subjek yang terdiri dari dua pihak berbuat tindakan berbalasan, contohnya Kiranya mereka akan berdamai juga. 5) diatesis kausatif yaitu jika subjek menjadi penyebab atas terjadinya sesuatu. Misalnya Kakek menghitamkan rambutnya.
6.6 WACANA
6.6.1 PENGERTIAN WACANA
Wacana adalah suatu bahasa yang lengkap sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan suatu gramatikal tertinggi atau terbesar.
6.6.2 ALAT WACANA
Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana:
Pertama konjungsi yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat atau menghubungkan paragraph dengan paragraph.
Kedua, menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini dan itu sebagai rujukan anaforis. Contohnya Awan tebal bergumpal-gumpa menutupi langit Jakarta. Itu tandanya hujan lebat akan turun.
Ketiga menggunakan ellipsis yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain.
6.6.3 JENIS WACANA
Adanya wacana lisan dan wacana tulis berkenaan dengan saranya yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis. Kemudian ada pembagian wacana prosa dan puisi dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian?ataukah bentuk puitik. Kemudian wacana prosa dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana narasi, eksposisi, persuasi dan wacana argumentasi.
7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK
Semantik adalah  ilmu tentang makna kata dan kalimat; pengetahuan mengenai seluk-beluk dan pergeseran arti kata. Semantik dengan objeknya makna, berada diseluruh atau di semua tataran yang bangun membangun ini: makna berada ditataran fonologi, morfologi, dan sintaksis.
7.1 HAKIKAT MAKNA
Menurut de Saussure setiap tanda linguistic atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen, yaitu komponen signifian atau “yang mengartikan”yang wujudnya berupa runtutan bunyi, dan komponen signifie atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa pengertian atau konsep(yang dimiliki oleh signifian). Misalnya <meja>, terdiri komponen signifian, yakni berupa runtutan fonem /m/,/e/,/j/,/a/; dan komponen signifienya berupa konsep atau makna’sejenis perabot kantor atau rumah tangga’.menurut de Saussure bahwa makna adalah ‘pengertian’atau ‘konsep’ yang memiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Misalnya pada kalimat:
Sudah hampir pukul dua belas.
Apabila diucapkan oleh seorang ibu asrama putrid terhadap pemuda yang masih bertandang di asrama itu padahal jam sudah menunjukkan hampir pukul dua belas malam. Lain maknanya apabila kalimat itu di ucapkan oleh seorang guru agama ditunjukkan kepada para santri pada siang hari. Makna yang di ucapkan oleh si ibu asrama berate ‘pengusiran’ secara halus, sedangkan yang diucapkan guru agama itu berarti ‘pemberitahuan bahwa sebentar lagi masuk waktu sembahyang dzuhur.
7.2 JENIS MAKNA
7.2.1 MAKNA LEKSIKAL, GRAMATIKAL, DAN KONTEKSTUAL
Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apa pun. Misalnya leksem kuda memiliki makna leksikal’sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai; pensil bermakna leksikal ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’.
Makna gramatikal adalah makna yang baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Misalnya dalam proses afiksasi prefiks ber- dengan dasar baju  melahirkan makna gramatikal “mengenakan atau memakai baju”
Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang  berada di dalam satu konteks. Misalnya makna kata kepala:
Rambut di kepala nenek belum ada yang putih.
Sebagai kepala sekolah dia harus mengatur murid itu.
Makna konteks dapat berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.
7.2.2 MAKNA REFERENSIAL DAN NON-REFERENSIAL
Sebuah kata leksem disebut bermakna referensial kalau ada referensinya, atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah dan gambar adalah termasuk kata-kata yang referensial. Sedangkan kata dan, atau, karena adalah termasuk kata-kata yang bukan referensial.
Kemudian yang dimaksud kata-kata deiktik, adalah yang acuannya tidak menetap pada satu maujud, melainkan dapat berpindah-pindah dari maujud yang satu ke maujud yang lain. Yang termasuk kata deiktik yang termasuk kata pronominal(dia, saya,kamu) yang menyatakan ruang (di sana, di sini, di situ), yang menyatakan waktu (sekarang , besok, kemarin).
7.2.3 MAKNA DENOTATIF DAN KONOTATIF
Makana denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang memiliki oleh sebuah leksem. Jadi makna denotatif ini sebenarnya sama dengan leksikal. Misalnya kata babi bermakna denotatif ‘sejenis binatang yang biasa diternakkan untuk dimanfaatkan dagingnya’.
Makna konotatif adalah makna lain yang “ditambahkan” pada makna denotative tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. misalnya kata babi pada contoh di atas, pada orang yang beragama islam mempunyai konotasi yang negatif, ada rasa atau perasaan yang tidak enak bila mendengar kata itu.
7.2.4 MAKNA KONSEPTUAL DAN MAKNA ASOSIATIF
Leech(1976) membagi makna menjadi :
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem  terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Misalnya kata rumah memiliki makna konseptual yaitu’bangunan tempat tinggal manusia”. Jadi makna konseptual seperti dengan makna leksikal.
Makna asositif adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem atau kata yang berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang  berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian. Kata merah  berasosiasi dengan berani atau juga paham komunis. Jadi makna asosiatif ini disebut juga makna denotatif.
7.2.5 MAKNA KATA DAN MAKNA ISTILAH
Setiap kata atau leksem memiliki makna. Pada awalnya makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotatif, makna konseptual. Namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Misalnya  pada kata jatuh:
Adik jatuh dari sepeda.
Dia jatuh cintak kepada adikku.
Sehingga makna kata itu masih bersifat umum, kasar dan tidak jelas.
Yang disebut istilah  adalah mempunyai makna yang pasti, yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Sehingga dapat dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks. Misalnya pada kata lengan (adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu), kata tangan (bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan).
7.2.6 MAKNA IDIOM DAN PERIBAHASA
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat “diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Misalnya dalam bahasa Indonesia bentuk menjual gigi bermakna tertawa keras-keras.
Ada dua macam idiom, yaitu
Idiom penuh adalah idiom yang semua unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu. Contohnya meja hijau, menjual gigi, dan membanting tulang.
Idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikal. Contohnya daftar hitam yang bermakna’daftar yang memuat nama-nama orang yang diduga atau dicurigai berbuat kejahatan’.
Kemudian yang disebut peribahasa adalah makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya ‘asosiasi’ antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Misalnya seperti anjing dengan kucing, yang bermakna ‘dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur’.
7.3 RELASI MAKNA
Adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya. Satuan bahasa disini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat; dan relasi semantic itu dapat menyatakan kesamaan makna atau juga kelebihan makna.
7.3.1 SINONIM
Sinonim atau sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Misalnya kata betul dengan kata benar.
7.3.2 ANTONIM
Antonim atau antonimi adalah hubungan semantik antara dua buah ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain. Misalnya kata mati berantonim hidup.
7.3.3 POLISEMI
Disebut polisemi kalau kata itu mempunyai makna lebih dari satu. Misalnya kata kepala yang setidaknya mempunyai makna 1) bagian tubuh manusia, 2) ketua atau pimpinan,3) sesuatu yang berada di sebelah atas.  Misalnya :
1.      Kepalanya luka karena kena pecahan kaca
2.      Kepala kantor itu bukan paman saya
3.      Kepala surat biasanya berisi nama dan alamat kantor.
7.3.4 HOMONIMI
Adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan”sama; maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Misalnya kata bisa yang berarti ‘racun ular’ dan kata bisa yang berarti sanggup’.
Dalam homonimi ada dua kasus yang dibicarakan, yaitu (1) homofoni adalah adanya kesamaan bunyi (fon) antara dua satuan ujaran, tanpa memperhatikan ejaannya. Contohnya kata bank ‘lembaga keuangan’ dan bang (bentuk singkat dari abang) yang bermakna ‘kakak laki-laki’. (2) homografi mengacu pada bentuk ujaran yang sama ortografinya atau ejaannya, tetapi ucapan dan maknanya tidak sama. Dalam bahasa Indonesia hanya terjadi karena ortografi fonem /e/ dan fonem /É™/ misalnya mÉ™mÉ™rah ‘yang berarti melakukan perah’ dan mÉ™merah’yang berarti menjadi merah’.


7.3.5 HIPONIMI
Adalah hubungan semantiik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain.  Misalnya burung (sebagai hipernim) dengan hiponimnya merpati, tekukur, perkutut,kepodang, cucakrawa.
7.3.6 AMBIGUITI ATAU KETAKSAAN
Adalah gejala dapat terjadi kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Tafsiran gramatikal yang berbeda ini umumnya terjadi pada bahasa tulis, karena dalam bahasa tulis unsur suprasegmental tidak dapat digambarkan dengan akurat. Misalnya bentuk buku sejarah baru dapat ditafsirkan menjadi (1) buku sejarah itu baru terbit, (2) buku itu memuat sejarah zaman baru. Kemungkinan mak (1) dan (2) itu terjadi karena kata baru yang ada dalam konstruksi itu, dapat dianggap menerangkan frase buku sejarah, dapat dianggap hanya menerangkan kata sejarah.
7.3.7 REDUNDANSI
Dapat diartikan sebagai berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujuran. Misalnya bola itu ditendang oleh dika tidak akan berbeda maknanya bila dikatakan Bola itu ditendang dika. Jadi tanpa preposisi oleh. Penggunaan kata oleh  ini yang disebut redundansi.
7.4 PERUBAHAN MAKNA
Secara sinkronis makna sebuah kata tidak akan berubah, akan tetapi secara diakronis makna sebuah kata kemungkinan akan berubah.  Perubahan ini dapat terjadi karena:
Pertama, perkembangan dalam ilmu dan teknologi. Perkembangan konsep keilmuan dan teknologi dapat menyebabkan sebuah kata yang pada mulanya maknanya A, dapat berubah menjadi B atau C. misalnya kata sastra yang pada awalnya  bermakna’tulisan, huruf’berubah menjadi ‘bacaan’ berubah lagi menjadi ‘buku yang baik isinya dan baik pula bahasanya’.
Kedua, perkembangan sosial budaya. Perkembangan dalam masyarakat berkenaan dengan sikap sosial dan budaya, juga menyababkan terjadinya perubahan makna. Kata saudara, pada awalnya bermakna ‘seperut’akan tetapi sekarang digunakan ‘untuk sapaan orang lain yang sederajat’.
Ketiga, perkembangan pemakaian kata. Misalnya dalam bidang pertanian kita menemukan ,kosa kata menggarap (dengan segala bentuk derivasinya seperti, garapan, penggarap, tergaraop, dan penggarapan , juga digunakan dalam bidang lain, seperti dalam menggarap skripsi, menggarap tugas, menggarap naskah drama.
Keempat, pertukaran tanggapan indra. Misalnya rasa pedas, yang seharusnya ditangkap oleh alat indra perasa lidah menjadi ditangkap oleh alat pendengan telinga. Misalnya kata-katanya pedas sekali.
Kelima, adanya asosiasi atau adanya hubungan antara sebuah bentukujaran dengan sesuatu lain yang berkenaan dengan bentuk ujaran itu, sehingga dengan demikian bila disebutkan ujuaran itu maka yang dimaksud adalah sesuatu yang lain. Misalnya kata amplop, yang sebenarnya adalah ‘sampul surat’, maka sekarang bisa diartikan ‘uang sogok’.
7.5 MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA
7.5.1 MEDAN MAKNA
Yang dimaksud medan makna atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya nama-nama warna, nama-nama perabot rumah tangga. Medan warna dalam bahasa Indonesia mengenalkan warna seperti merah, coklat, biru, hijau, kuning, abu-abu, putih dan hitam. Dengan catatan menurut fisika, putih  adalah campuran berbagai warna, sedangkan hitam adalah tak berwarna. Untuk memberikan nuansa warna dalam bahasa Indonesia, maka memberikan keterangan perbandingan. merah darah, merah jambu, dan merah bata. Dalam bahasa inggris, mengenal 11 warna dasar, white, red, green, yellow, blue, brown, purple, pink, orange, dan grey.
7.5.2 KOMPONEN MAKNA
Yang dimaksudkan adalah makna yang dimiliki oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen, yang membentuk keseluruhan  makna kata itu. Misalnya kata ayah memiliki kompnen makna /+manuasia/, /+dewasa/, /+jantan/, /+kawin/, /+punya anak/, . dan kata ibu memiliki komponen makna /+manusia/, /+dewasa/, /-jantan/, /+kawin/, /+punya anak/.

8. SEJARAH DAN ALIRAN  LINGUISTIK
Dalam sejarah perkembangannya, linguistic dipenuhi dengan berbagai aliran, paham, pendekatan, dan teknik penyelidikan yang dari luar tampaknya sangat ruwet, saling berlawanan, dan membingungkan.
8.1 LINGUISTIK TRADISIONAL
Istilah tradisional dan structural sering dipertentangkan dalam linguistik. Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantic, sedangkan tata bahasa structural berdasarkan struktur atau cirri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Misalnya dalam merumuskan kata kerja, tata bahasa tradisional mengatakan kata kerja adalah kata yang menyatakan tindakan atau kejadian, sedangkan tata bahasa structural menyatakan kata kerja adalah kata yang dapat berdistribusi dengan frase’dengan….’. di bawah ini akan dibicarakan terbentuknya tata bahasa tradisional.
8.1.1 LINGUISTIK ZAMAN YUNANI
Studi bahasa pada zaman Yunani mempunyai sejarah yang sangat panjang, yaitu dari abad ke 5 SM sampai kurang lebih ke-2 SM. Kurang lebih 600 tahun. Para filsuf Yunani mempertanyakan, apakah bahasa itu bersifat alami(fisis) atau bersifat konvensi (nomos). Bersifat alami atau fisis maksudnya bahasa itu mempunyai hubungn asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti di luar manusia itu sendiri. Dalam bidang semantic kelompok yang menganut paham ini adalah kaum naaturalis, berpendapat bahwa setiap kata mempunyai hubungan dengan benda yang ditunjukkan. Sebaliknya, kaum konvensional, berpendapat bahwa bahasa bersifat konvensi, artinya makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi atau kebiasaan-kebiasaan, yang mempunyai kemungkinan bisa berubah.  Pertentangan analogi dan anomal menyangkut masalah abahasa itu sesuatu yang teratur atau tidakteratur. Kaum analogi, antara lain: plato dan aristoteles, berpendapat bahwa bahasa itu bersifat teratur. Karena adanya keteraturan itulah orang dapat menyusun tata bahasa. Keteraturan bahasa itu tampak, misalnya dalam pembentukan jamak bahasa inggris : boy-boys, girl-girls dan book-books.  Sebaliknya kelompok anomali berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur. Kalau bahasa itu teratur mengapa bentuk jamak bahasa inggris child menjadi children, bukanya childs.
Dengan begitu kaum analogi sejalan dengan kaum naturalis dan kaum anomali sejalan dengan kaum konvensional.
Dari studi bahasa pada zaman Yunani, kita mengenal beberapa kaum:
8.1.1.1 KAUM SOPHIS
Salah seorang tokoh sophis yaitu protogoras, membagi kalimat menjadi kalimat narasi, kalimat Tanya, kalimat jawab, kalimat perintah, kalimat laporan, doa, dan undangan
8.1.1.2 PLATO (429-347 SM)
Onoma (bentuk tunggalnya onomata) dapat berarti (1) nama, dalam bahasa sehari-hari. (2) nomina, nominal, dalam istilah tata bahasa dan (3) subjek, dalam hubungan subjek logis. Sedangkan yang dimaksud rhema(bentuk tunggalnya rhemata) dapat berarti(1) ucapan, dalam bahasa sehari-hari (2) verba, dalam istilah tata bahasa, dan (3) predikat, dalam hubungan predikat logis. Keduanya merupakan anggota dari logos, yaitu kalimat atau klausa.
8.1.1.3 ARISTOTELES (348-322)
Merupakan seorang murid Plato. Hal ini perlu diketahui bahwa Aristoteles selalu bertolak dari logika. Dia memberikan pengertian, definisi, konsep, makna dan sebagainya  selalu berdasarkan logika.
8.1.1.4 KAUM STOIK
Kaum Stoik adalah kelompok ahli filsafat yang berkembang pada pemulaan abad ke-4 SM. Yang dihasilkan kaum stoik lebih jauh daripada yang telah dihasilkan oleh atau pada masa Aristoteles.
8.1.1.5 KAUM ALEXANDRIAN
Kaum Alexandrain menganut paham analogi dalam studi bahasa. Oleh karena itu dari mereka kita mewarisi sebuah buku tata bahasa yang disebut Tata Bahasa Dionysius Thrax sebagai hasil mereka menyelidik kereguleran bahasa Yunani. Sifat buku yang mentradisi, maka buku-buku tata bahasa tersebut kini dikenal dengan sebutan tata bahasa tradisional. Jadi cikal bakal tata bahasa tradisional itu berasal dari buku Dionysius Thrax.
8.1.2 ZAMAN ROMAWI
Zaman ini dianggap kelanjutan dari zaman Yunani, sejalan dengan jatuhnya Yunani, orang romawi mendapat pengalaman dalam bidang linguistik dari orang Yunani. Seperti telah disebutkan bahwa awal abad pertama Remmius Palaemon telah menerjemahkan tata bahasa Dionysius Threx ke dalam bahasa latin dengan judul Ars Grammatika. Di para tokoh zaman Romawi.
8.1.2.1 VARRO DAN “DE LINGUA LATINA”
Dalam buku ini terdiri dari 25 jilid. Dalam buku ini dibagi dalam bidang etimologi, morfologi dan sintaksis.
Etimologi adalah cabang linguistic yang menyelidiki asal-asal kata beserta artinya. Dalam bidang ini , Varro mencatat adanya perubahan bunyi yang terjadi dari zaman ke zaman, dan perubahan makna kata. Perubahan bunyi misalnya kata duellum menjadi belum yang artinya perang.
Morfologi adalah cabang linguistik yang mempelajari kata dan pembentukannya. Menurut Varro kata adalah bagian dari ucapan yang tidak dapat dipisahkan lagi, dan merupakan bentuk minimum. Dalam menyusun kelas kata, Verro membagi kelas kata Latin dalam empat bagian, yaitu
-          Kata benda, termasuk kata sifat, yakni kata yang disebut berinfleksi kasus.
-          Kata kerja yakni kata yang membuat pernyataan, yang berinfleksi tense.
-          Partisile yakni kata yang menghubungkan(dalam sintaksis kata benda dan kata kerja) yang tidak berinfleksi.
-          Adverbium, yakni kata yang mendukung(anggota bawahan dari kata kerja), yang tidak berinfleksi.
8.1.2.2 INSTITUTIONES GRAMMATICAE ATAU TATA BAHASA PRISCIA
Buku ini terdiri dari 18 jilid. Dalam buku ini ada yang membicarakan mengenai
Fonologi, yang dibicarakan pertama adalah tulisan atau huruf yang disebut litterae. Yang dimaksud adalah bagian terkecil dari bunyi yang dapat dituliskan. Nama huruf-huruf nya disebut figurae, sedangkan nilai bunyi itu disebut potestas.
Morfologi, dalam bidang ini dibicarakan antara lain mengenai diction atau kata. Yang dimaksud kata adlah bagian yang minimum dari sebuah ujaran dan harus diartikan terpisah dalam makna sebagai satu keseluruhan. Kata ini dibedakan menjadi delapan jenis yang disebut partes orationis. (1) nomen, termasuk kata benda dan kata sifat menurut klasifikasi sekarang, (2) verbum, yaitu kata yang menyatakan perbuatan atau dikenal perbuatan, (3) participium, yaitu kata yang selalu berderivasi dari verbum, mengambil kategori verbum dan nomen. (4) pronomen, yaitu kata-kata yang dapat menggantikan nomen, (5) adverbium, yaitu kata-kata yang secara sintaksis dan semantic merupakan atribut verhum, (6) praepositio, yaitu kata-kata yang terletak di depan bentuk yang berkasus.(7) interjection, yaitu kata-kata yang menyatakan perasaan, sikap, atau pikiran dan (8) conjuctio, yaitu kata-kata yang bertugas menghubungkan anggota-anggota kelas kata yang lain untuk menyatakan hubungan sesamanya.
8.1.3 ZAMAN PERTENGAHAN
Dari zaman pertengahan ini, patut dibicarakan mengenai:
Kaum Modistae, masih membicarakan pertentangan antara fisis dan nomos, dan pertentangan antara analogi dan anomali. Mereka menerima konsep analogi karena mernurut mereka bahasa itu bersifat regular dan bersifat universal.
Tata Bahasa Spekulativa, merupakan hasil integrasi deskripsi gramatikal bahasa latin. Menurut teori ini, kata tidak secara langsung mewakili alam dari benda itu dalam pelbagai cara, modus, substansi, aksi, kualitas dan sebagainya.
Petrus Hispanus, beliau pernah menjadi paus, yaiut tahun 1276-1277 dengan gelar Paus Johannes XXI , bukunya berjudul Summulae Logicales.
8.1.4 ZAMAN RENAISANS
Zaman ini dianggap sebagai zaman pembuka abad pemikiran abad modern. Dalam sejarah  ini ada yang menonjol yang perlu diperhatikan (1) selain menguasai bahasa latin, sarjana-sarjana pada waktu itu juga menguasai bahasa Yunani, bahasa ibrani dan arab.
Bahasa Ibrani dan bahasa Arab banyak dipelajari orang pada akhir abad pertengahan. Kedua bahasa itu diakui resmi pada akhir abad ke-14 diUniversitas paris. Beberapa buku tata bahasa Ibrani telah ditulis orang pada zaman Renaisans itu, antara lain Roger Bacon, Reuchlin dan N.Clenard. buku tata bahasa yang ditulis Reuchlin berjudul De Rudimentis Hebraicis. Yang menarik dari buku ini adalah tentang penggolongan kata. Berbeda dengan penggolongan kata dalam bahasa Yunani dan Latin, Reuchlin menggolongkan kata ibrani menjadi nomen, verbum, partikel. Penggolongan ini mirip dengan penggolongan kata dalam linguistic Arab, yaitu ismun, fi’lun dan harfun.
Linguistik Arab berkembang pesat karena kedudukan bahasa Arab sebagai bahasa kitab suci agama islam, yaitu Quran, sedangkan bahasa kitab suci itu, menurut pandapat kebanyakan ulama islam, tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Ditafsirkan memang boleh, tapi diterjemahkan tidak boleh. Ada dua aliran linguistik Arab, (1) aliran basra, yang mendapat pengaruh konsep analogi dari zaman Yunani. (2) aliran kufah, memberikan perhatian kepada keanekaragaman bahasa.
8.1.5 MENJELANG LAHIRNYA LINGUISTIK MODERN
Sejak awal sudah menyebut-nyebut bahwa Ferdinand de Saussure dianggap sebagai bapak linguistik modern. Masa antara lahirnya linguistik modern dengan masa berakhirnya zaman renaisans ada satu tonggak yang dianggap sangat penting dalam studi bahasa. Tonggak yang dianggap sangat penting itu adalah dinyatakan adanya hubungan kekerabatan antara bahasa sansekerta dengan bahasa yunan, latin, dan bahasa-bahasa jerman lainnya.
Bila dicermati pembicaraan mengenai linguistik tradisional, secara singkat dapat dikatakan, bahwa:
-          Pada tata bahasa tradisional ini tidak dikenal adanya perbedaan antara bahasa ujaran dengan bahasa tulisan, oleh karena itu deskripsi bahasa hanya bertumpu pada bahasa tulisan.
-          Bahasa yang disusun tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil patokan-patokan dari bahasa lain, terutama bahasa latin.
-          Kaidah-kaidah bahasa dibuat secara preskriptif yakni benar atau salah.
-          Persoalan kebahasaan seringkali dideskripsikan dengan melibatkan logika.
-          Penemuan-penemuan atau kaidah-kaidah terdahulu cenderung untuk selalu dipertahankan.



8.2 LINGUISTIK STRUKTURALIS
Kalau linguistik tradisional selalu menerapkan pola-pola tata bahasa Yunani dan Latin, maka linguistic srtukturalis berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan cirri atau sifat khas yang dimiliki bahasa lain.  Pembicaraan linguistik strukturalis, kita akan menemui tokoh :
8.2.1 FERDINAND DE SAUSSURE
Ferdinand dianggap sebagai bapak linguistik modern berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya Course de Linguistique Generale yang disusun dan diterbitkan oleh Charles Bally dan Slbert Sechehay tahun 1915. Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut adalah (1) telaah sinkronik dan diakronik, (2) perbedaan langue dan parole, (3) perbedaan significant dan signifie, dan (4) hubungan sintagmatik dan paradigmatic banyak berpengaruh dalam perkembangan linguistic dikemudian hari.
Telaah sinkronik adalah mempelajari suatu bahasa pada suatu kurun waktu tertentu saja, sedangkan telaah diakronik adalah telaah bahasa sepanjang masa, atau sepanjang zaman bahasa itu digunakan oleh para penuturnya. 
La Langue adalah keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa, sifatnya abastrak.  Sedangkan La Parole adalah pemakaian atau realisasi langue oleh masing-masing anggota masyarakat bahasa; sifatnya konkret karena parole tidak lain daripada realitas fisis yang berbeda dari orang yang satu dengan orang yang lain.
Signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran kita. Sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita.
Hubungan Sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, bersifat linear. Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi tampak pada urutan fonem, yang tidak merusak makna. Misalnya kita , bisa dijadikan ikat, kiat, kait.
Hubungan paradigmatic adalah hubungan antara unsure-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan. Hubungan paradigmatik tampak pada tataran fonologi, pada contoh bunyi /r/, /k/, /b/, /m/, /d/ yang terdapat pada kata rata, kata, bata, mata, dan data.
8.2.2 ALIRAN PRAHA
Dalam bidang fonologi, aliran praha inilah yang pertama-tama membedakan dengan tegas akan fonetik dan fonologi. Fonetik mempelajari bunyi-bunyi itu sendiri, sedangkan fonologi mempelajari fungsi bunyi tersebut dalam suatu sistem. Istilah fonem yang sejarahnya berasal dari bahasa Rusia fonema, lalu digunakan oleh sarjana Polandia Baudoin de Courtenay untuk membedakan pengertian fonem dari fon (bunyi)diperkenalkan oleh sarjana polandia lainnya. Struktur bunyi dijelaskan dengan memakai kontras atau oposisi. Ukuran untuk menentukan apakah bunyi-bunyi ujaran itu beroposisi atau tidak adalah makna. Perbedaan bunyi yang tidak menimbulkan perbedaan makna adalah tidak distingtif. Artinya bunyi-bunyi tersebut tidak fonemis. Sedangkan yang menimbulkan perbedaan makna adalah distingtif. Jadi bunyi-bunyi tersebut bersifat fonemis. Dalam bahasa Indonesia bunyi /l/ dan /r/ adalah dua buah fonem yang berbeda, sebab terdapat oposisi di antara keduanya seperti tampak pada pasangan kata lupa  dan rupa.
8.2.3 ALIRAN GLOSEMATIK
Aliran ini lahir di Denmark, tokohnya antara lain Louis Hjemslev (1899-1965) yang meneruskan ajaran Ferdinand. Menurut Hjemslev teori bahasa haruslah bersifat sembarang saja, artinya harus merupakan suatu sistem deduktif semata-mata. Teori ini harus dapat dipakai  secara tersendiri untuk memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang timbul dari premis-premisnya. Dapat dikatakan sebagaimana de Saussure, maka Hjemslev juga menganggap bahasa sebagai suatu sistem hubungan dan mengakui adanya hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik.
8.2.4 ALIRAN FIRTHIAN
Nama John R. Firt guru besar pada Universitas London, dengan teorinya Fonologi Prosodi yang merupakan suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonemis.
Ada tiga macam pokok prosadi: (1) prosodi yang menyangkut gabungan fonem: struktur kata, struktur suku kata, gabungan konsonan, dan gabungan vocal; (2) prosodi yang terbentuk oleh sendi atau jeda dan (3) prosodi yang realisasi fonetisnya melampaui satuan yang lebih besar daripada fonem-fonem suprasegmental.
8.2.5 LINGUISTIK SISTEMIK
M.A.K Halliday seorang murid Firth dengan teori yang dikenal adalah Neo-Firthian Linguistics ataun Scale and Category Linguistics. Kemudian ada nama baru yaitu Systemic Linguistics (SL), dalam bahasa indonesia yang tepat adalah Linguistik Sistemik. Pokok-pokok pandangan SL adalah
- SL memberikan perhatian penuh pada segi kemasyarakatan bahasa, terutama mengenai fungsi kemasyarakatan bahasa dan bagaimana fungsi kemasyarakatan itu terlaksana dalam bahasa.
-SL memandang bahasa sebagai “pelaksana”, SL mengakui pentingnya langue dan parole.
-SL lebih mengutamakan pemerian cirri-ciri bahasa tertentu beserta variasi-variasinya, tidak atau kurang tertarik pada semestaan bahasa.
-SL mengenal adanya gradasi atau kontinum.
-SL menggambarkan tiga tataran yaitu substansi, forma, situasi. Substansi adalah bunyi yang kita ucapkan waktu kita berbicara dan lambang yang kita gunakan waktu kita menulis. Forma adalah susunan substansi dalam pola yang bermakna. Forma terbagi dua, (1) leksis, yakni yang menyangkut butir-butir lepas bahasa dan pola tempat butir-butir itu terletak, (2) gramatika, yakni yang menyangkut kelas-kelas butir bahasa dan pola-pola tempat terletaknya butir bahasa tersebut. situasi langsung adalah situasi pada waktu suatu tutran benar-benar diucapkan. Sedangkan situasi luas, menyangkut semua pengalaman pembicara atau penulisnya untuk memakai tuturan.

8.2.6 LEONARD BLOOMFIELD DAN STRUKTURALIS AMERIKA
Bukunya yang terkenal adalah Language (terbit pertama kali tahun 1933), dan selalu dikaitkan dengan aliran struktural Amerika. Istilah strukturalis sebenarnya dapat dikenakan kepada semua aliran linguistik, sebab semua aliran linguistic pasti berusaha menjelaskan seluk-beluk bahasa berdasarkan strukturnya. Namun nama strukturalisme lebih dikenal dan menyatu kepada aliran linguistik yang dikembangkan oleh bloomfield dan kawan-kawannya amerika. Aliran ini berkembang pesat tahun 30-an sampai tahun 50-an. Ada beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya aliran ini,
Pertama, pada masa itu para linguis di Amerika menghadapi masalah yang sama, yaitu banyak sekali bahasa Indian di Amerika yang belum diperikan. Mereka ingin memberikan bahasa-bahasa Indian itu dengan cara baru yaitu secara sinkronik. Cara lama yaitu secara historis atau diakronik  kurang bermanfaat dan diragunakan keberhasilannya, karena bahasa Indian sedikit sekali diketahui.
Kedua, sikap Bloomfield yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu di Amerika yaitu filsafat behaviorisme. Oleh karena itu dalam memerikan bahasa aliran strukturalisme ini mendasarkan diri pada fakta-fakta obyektif yang dicocokkan dengan kenyataan-kenyaatan yang dapat diamati.
Aliran strukturalis yang dikembangkan Bloomfield dengan para pengikutnjya sering disebut aliran taksonomi dan aliran Bloomfildian, karena bermula dari gagasan bloomfield. Disebut aliran taksonomi, karena aliran ini menganalisis dan mengklasifikasikan unsur-unsur bahasa berdasarkan hubungan hierarkinya. Dalam menganalisis kalimatnya digunakan teknik Immediate Constituents Analisis (IC analisys).


8.2.7 ALIRAN TAGMEMIK
Aliran tagmemik dipelopori olej Kennet L.Pike seorang tokoh Summer Institute of Linguistics, yang mewarisi pandangan-pandangan Bloomfield., sehingga aliran ini bersifat strukturalis, menurut aliran ini satuan dasar dari sintaksis adalah tagmem(berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘susunan’.
Tagmem adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut. misalnya kalimat  Pena itu berada di atas meja, bentuk Pena itu mengisi subjek; dan tagmem subjeknya dinyatakan dengan pena itu. Menurut Pike satuan dasar sintaksis tidak dapat dinyatakan dengan fungsi-fungsi saja, seperti subjek + predikat + objek; dan tidak dapat dinyatakan dengan deretan bentuk-bentuk saja, seperti Frase benda + frase kerja +frase benda, melainkan harus diungkapkan bersama dalam rentetan rumus seperti:
S:FN + P:FV + O:FN
Dibaca fungsi subjek diisi frasa nominal, fungsi predikat diisi frasa verbal, dan fungsi objek diisi oleh frasa nominal.
Kalimat : saya menulis surat dengan pensil.
S          KG      P          KKt     O         KB      K         FD
Pel                   ak                    tuj                    al

Saya                menulis            surat                dengan pensil
Keterangan :
S          = fungsi subjek
P          = fungsi predikat
O         = fungsi objek
K         = fungsi keterangan
KG      = kata ganti
KKt     = kata kerja transitif
KB      = kata benda
FD       = frase depan
Pel       = pelaku
ak        = aktif
tuj        = tujuan
al         = alat

8.3 LINGUISTIK TRANFORMASIONAL DAN ALIRAN-ALIRAN SESUDAHNYA
Lahirnya linguistik transformasional dikarenakan aliran struktural dianggap masih banyak kelemahan, akan tetapi linguistic transformasional pun masih dirasakan orang banyak kelemahannya, sehingga orang membuat model lain yang lebih baik, misalnya semantik generatif , model tata bahasa kasus, model tata bahasa relasional, dan model tata bahasa stratifikasi.
8.3.1 TATA BAHASA TRANFORMASI
Dapat dikatakan tata bahasa transformasi lahir dengan terbitnya buku Noam Chomsky yang berjudul Syntactic Structure pada tahun 1957. Menurut Chomsky salah satu tujuan dari penelitian bahasa adalah untuk menyusun tata bahasa dari bahasa tersebut. bahasa dapat dianggap sebagai kumpulan kalimat yang terdiri dari deretan bunyi yang mempunyai makna. Setiap tata bahasa dari suatu bahasa, menurut Chomsky adalah merupakan teori dan tata bahasa harus memenuhi syarat :
Pertama, kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.
Kedua, tata bahasa tersebut harus terbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan atau istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja dan semuanya ini harus sejajar dengan teori linguistik tertentu.
Sejalan dengan konsep langue dan parole dari de Saussure, maka Chomsky membedakan adanya kemampuan competence) dan perbuatan berbahasa (performance) . kemampuan adalah pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya, sedangkan perbuatan berbahasa adlah pemakaian bahasa itu sendiri dalam keadaan yang sebenarnya.
Leksikon merupakan daftar morfem beserta keterangan yang diperlukan untuk penafsiran semantic, sintaksis, dan fonologi.
Kaidah transformasi mengubah struktur batin yang dihasilkan oleh kaidah-kaidah kategori menjadi struktur batin.
Komponen semantic memberikan interpretasi semantik pada deretan unsur yang dihasilakan oleh subkomplemen dasar, artinya kalimat yang dihasilkan ditentukan oleh komplemen ini. Arti sebuah morfem dapat digambarkan dengan memberikan unsure makna atau cirri semantic yang membentuk arti morfem itu. Misalnya kalau kata ayah dan ibu kita bandingkan dengan kata pensil dan kursi, maka dapat kita lihat kata ayah dan ibu mempunyai cirri semantic /+makhluk/ sedangkan kata pensil dan kursi tidak memiliki atau mempunyai cirri semantik /-makhluk/.
Komponen fonologi memberikan interpretasi fonologi pada deretan unsur yang dihasilkan oleh kaidah transformasi. Dengan memakai kaidah fonologi deretan unsur tadi dapat diucapkan.
8.3.2 SEMANTIK GENERATIF
Menjelang dasawarsa tujuh puluhan beberapa murid dan pengikut Chomsky, antara lain Postal, Lakoff, Mc Cawly dan Kiparsky, sebagai reaksi terhadap Chomsky memisahkan diri dari kelompok Chomsky dan membentuk kelompok sendiri. Kelompok Lakoff ini kemudian terkenal dengan sebutan kaum semantif generatif. Menurut teori generatif semantik, struktur semantik dan struktur sintaksis bersifat homogen, dan untuk menghubungkan kedua struktur itu cukup hanya dengan kaidah transformasi saja. menurut semantik generative, sudah seharusnya semantic dan sintaksis diselidiki bersama sekaligus karena keduanya adalah satu. Struktur semantik ini serupa dengan struktur logika.
8.3.3 TATA BAHASA KASUS
Tata bahasa kasus diperkenalkan oleh Charles J, Filmore dalam karangannya berjudul “the Case for Case” tahun 1968 yang dimuat dalam buku Bach, E. dan R. dalam karangannya, Fillmore membagi kalimat atas (1) modalitas, yang bisa berupa unsure negasi, kala, aspek dan adverbial. Dan proposisi, yang terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus.
Yang dimaksud kasus disini adalah hubungan antara verba dengan nomina.
Dalam teori ini tidak dibatasi jumlah kasusnya, tetapi dalam versi 1971 dibatasi atas kasus(1) agent adalah pelaku perbuatan atau yang melakukan suatu perbuatan, (2) experience adalah mengalami peristiwa psikologis, seperti dia merasa takut. (3) object adalah sesuatu yang dikenai perbuatan, (4) source adalah keadaan, tempat atau waktu yang sudah. (5) goal adalah keadaan, tempat atau waktu yang kemudian. Referential adalah acuan, seperti Husin dalam kaliamat Husin temanku.
8.3.4 TATA BAHASA RELASIONAL
Tata bahasa relasional muncul pada tahun 1970-an sebagai tantangan langsung dari aliran transformasi. Tokoh-tokoh aliran ini adalah David M. Perlmutter dan Paul M. Postal. Buah pikiran mereka tentang tata bahasa ini dapat dibaca dalam karangan mereka, antara lain Lectures on Relational Grammar (1974), “Relational Grammar.
Sama halnya dengan tata bahasa transformasi, tata bahasa relasional juga berusaha mancari kaidah kesemestaan bahasa. Dalam hal ini tata bahasa relasional (TR) banyak menyerang tata bahasa Transformasi (TT), karena menganggap teori-teori TT itu tidak dapat diterapkan pada bahasa-bahasa lain selain bahasa inggris. Menurut teori tata bahasa relasional, setiap struktur klausa terdiri dari jaringan relasional (relational network) yang melibatkan tiga macam maujud :
a.       Seperangkat simpai (nodes) yang menampilkan elemen-elemen di dalam suatu struktur
b.      Seperangkat tanda relasional yang merupakan nama relasi gramatikal yang disandang oleh elemen-elemen itu dalam hubungannya dengan elemen lain.
c.       Seperangkat “coordinates” yang dipakai untuk menunjukkan pada tataran  yang manakah elemen-elemen itu menyandang relasi gramatikal tertentu terhadap elemen yang lain.

8.4 TENTANG LINGUISTIK DI INDONESIA
8.4.1 Penelitian bahasa pada zaman kolonial itu kebanyakan hanya bersifat observasi dan klasifikasi; belum bersifat alamiah, karena belum merumuskan teori. Namun kalau kita lihat hasil penelitian yang dilakukan oleh sarjana seperti Van Der Tuuk, Bransdstetter, Demwolf, dan Kem, tampaknya mereka telah melampaui batas tahap observasi dan klasifikasi, sebab mereka telah juga merumuskan sejumlah teori, misalnya mengenai sistem bunyi bahasa-bahasa yang ada di nusantara. Ingat saja akan apa yang disebut”Hukum Van Der Tuuk” atau hukum “R-G-H” dan hukum R-D-L”.
8.4.2 Anton M. Moeliono dan T.W Kamil merupakan orang yang kiranya pertama-tama memperkenalkan konsep fonem, morfem, frase, dan klausa dalam pendidikan formal linguistik di Indonesia. Sebelumnya konsep-konsep tersebut sebagai satuan lingual belum dikenal. Yang dikenal hanyalah satuan kata dan kalimat.
8.4.3 Pada tanggal 15 November 1975, atas prakarsa sejumlah linguis senior, berdirilah organisasi kelinguistikan yang diberi nama Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI). Anggotanya adalah para linguis yang kebanyakan bertugas sebagai pengajar di perguruan tinggi negeri atau swasta dan di lembaga-lembaga penelitian bahasa. Tiga tahun sekali MLI mengadakan musyawarah nasional, yang acaranya selain membicarakan organisasi, juga mengadakan seminar mengenai linguistik dengan makalah yang disajikan oleh para anggota. Selain acara seminar yang bersifat nasional yang diselenggarakan oleh pengurus pusat, banyak pula acara seminar yang diselenggarakan oleh pengurus komisariat di daerah. Untuk melengkapi keberadaanny, sejak 1983 MLI menerbitkan sebuah jurnal yang diberi nama Linguistik Indonesia. Jurnal ini dimaksudkan sebagai wadah bagi para anggota MLI untuk melaporkan atau mempublikasikan hasil penelitiannya. Isi jurnal Linguistik Indonesia antara tahun 1983 sampai tahun 1989 dapat dilihat pada Kaswanti Purwo (1990).
Jauh sebelum terbitnya Jurnal Linguistik Indonesia sebenarnya di Indonesia sudah ada majalah linguistik yang menggunakan bahasa pengantar bahasa inggris. Majalah ini lebih dikenal dengan nama NUSA dirintis penerbitannya oleh Prof. Dr. J.W.M Verhaar SJ, dan dieditori oleh sejumlah linguis Indonesia, diantaranya Amran Halim, Soenjono Dardjowidjojo, Ignatius Soeharno, dan Soepomo Poedjosoedarmo.
8.4.4 penyelidikan terhadap bahasa-bahasa daerah di Indonesia dan bahasa nasional Indonesia, banyak pula dilakukan orang di luar Indonesia. Universitas Leiden di Negeri Belanda telah mempunyai sejarah panjang dalam penelitian-penelitian bahasa Nusantara. Di sana antara lain ada Uhlenbeck dengan kajiannya yang sangat luas terhadap bahasa Jawa, ada Voorhove, Teeuw, Rolvink; dan terakhir Grijnns dengan kajian dialek jakartanya. Di London ada Robins dengan kajian bahasa sundanya. Begitu juga di Amerika, Jerman, Italia, Rusia dan Australia banyak dilakukan kajian tentang bahasa-bahasa Indonesia.
8.4.5 Sesuai dengan fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan dan bahasa Negara, maka bahasa Indonesia tampaknya menduduki tempat sentral dalam kajian linguistik dewasa ini, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Perbagai aspek segi dan aspek bahasa telah dan masih menjadi kajian yang dilakukan oleh banyak pakar dengan menggunakan berbagai teori dan pendekatan sebagai dasar analisis. Secara nasional bahasa Indonesia telah mempunyai sebuah buku tata bahasa baku dan sebuah kamus besar yang disusun oleh para pakar handal.
Dalam kajian bahasa nasional Indonesia di Indonesia tercatat nama-nama seperti Kridalaksana, Kaswanti purwo, Dardjowidjojo, dan Soedarjanto, yang telah banyak menghasilkan tulisan mengenai pelbagai segi dan aspek bahasa Indonesia.

Comments List