Ringkasan Linguistik Umum
Nama : Fatkhurroziqin
Nama : Fatkhurroziqin
NPM : 091 0301 025
Mata
Kuliah : Linguistik Umum
Tugas : Meringkas Buku Linguistik Umum
PENDAHULUAN
Ilmu
linguistik disebut juga linguistik umum(general linguistics). Artinya ilmu
linguistik tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, seperti bahasa Jawa atau
bahasa Arab, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa pada umumnya, bahasa yang
menjadi alat interaksi sosial milik manusia, yang dalam peristilahan Prancis
disebut Langage.
Bukan
hanya linguistik yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya, Ilmu-ilmu lain juga
ada mengambil bahasa sebagai objek kajiannya, seperti ilmu susastra, ilmu
sosial, psikologi, dan fisika. Perbedaannya adalah ilmu susastra memandang
bahasa sebagai wadah seni, sebagai sarana untuk mengungkapkan karya seni. Ilmu
sosial memandang bahasa sebagai alat interaksi sosial di dalam masyarakat. Psikologi memandang
bahasa sebagai gejala pelahiran kejiwaan. Fisika memandang bahasa sebagai
fenomena alam, yakni sebagai gelombang bunyi yang merambat dari mulut pembicara
ke telinga si pendengar. Sedangkan linguistik memandang bahasa sebagai bahasa.
2.
LINGUISTIK SEBAGAI ILMU
2.1
Keilmiahan Linguistik
Tiga
tahap perkembangan disiplin linguistik yaitu: pertama adalah tahap spekulasi
yang membicarakan mengenai sesuatu dan cara mengambil kesimpulan dilakukan
dengan sikap spekulatif. Artinya, kesimpulan itu dibuat tanpa didukung oleh
bukti-bukti empiris dan dilaksanakan tanpa menggunakan prosedur-prosedur
tertentu. Kedua adalah tahap obsevasi dan klasifikasi. Pada tahap ini para ahli
di bidang bahasa baru mengumpulkan dan menggolong-golongkan segala fakta bahasa
dengan teliti tanpa member teori atau kesimpulan apapun. Ketiga adalah tahap
perumusan teori. Pada tahap ini setiap disiplin ilmu berusaha memahami
masalah-masalah dasar dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai
masalah-masalah itu berdasarkan data empiris yang dikumpulkan. Kemudian dalam
disiplin itu dirumuskan hipotesis atau hipotesis-hipotesis yang berusaha
menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, dan menyusun tes untuk menguji
hipotesis-hipotesis terhadap fakta-fakta yang ada.
2.2
Subdisiplin Linguistik
Subdisiplin
linguistik berdasarkan :
2.2.1
Objek kajiannya adalah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu dan dapat
dibedakan adanya linguistik umum dan linguistik khusus. Linguistik umum adalah
linguistik yang berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa secara umum. Linguistik
khusus berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa yang berlaku pada bahasa
tertentu, seperti bahasa inggris, bahasa Indonesia.
2.2.2
Objek kajiannya adalah bahasa pada masa tertentu atau bahasa sepanjang masa,dapat
dibedakan adanya linguistik sinkronik dan linguistik diakronik. Linguistik sinkronik mengkaji bahasa pada masa
terbatas, studi ini disebut linguistik deskriptif,misalnya mengkaji bahasa
Indonesia pada tahun dua puluhan. Linguistik diakronik mengkaji bahasa pada
masa yang tidak terbatas, bisa sejak kelahiran bahasa itu sampai zaman punahnya
bahasa tersebut. Kajian ini biasanya
bersifat historis dan komparatif.
2.2.3 Objek kajiannya adalah struktur internal
bahasa itu atau bahasa itu dalam kaitannya dengan berbagai faktor di luar
bahasa, yang dibedakan adanya linguistik mikro dan linguistik makro. Linguistik
mikro kajiannya pada struktur internal suatu bahasa tertentu atau struktur
internal suatu bahasa tertentu atau struktur internal bahasa pada umumnya. Yang
termasuk linguistik mikro yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, semantik,
leksikologi.
Linguistik
Makro menyelidiki bahasa dalam kaitannya dengan faktor-faktor di luar bahasa,
lebih banyak membahas faktor luar bahasanya itu daripada struktur internal
bahasa. Yang termasuk dalam linguistik makro yaitu sosiolinguistik(mempelajari
bahasa dalam hubungan pemakaiannya di masyarakat), psikolinguistik(menyelidiki
hubungan bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia, termasuk bagaimana
kemampuan berbahasa itu dapat di peroleh), antropolinguistik(mempelajari
hubungan bahasa dengan budaya dan pranata budaya manusia), stilistika(mempelajari
bahasa yang digunakan dalam bentuk-bentuk karya sastra).
2.2.4 Tujuan pengkajiannya apakah untuk
keperluan teori belaka atau untuk tujuan terapan. Linguistik teoretis berusaha
mengadakan penyelidikan terhadap bahasa atau bahasa-bahasa, atau juga terhadap
hubungan bahasa dengan faktor-faktor yang berada di luar bahasa hanya untuk
menemukan kaidah-kaidah yang berlaku dalam objek kajiannya itu.
2.2.5 Di luar cabang yang sudah membicarakan dalam
penyelidikan bahasa, ada bidang lain yang menggeluti sejarah linguistik yang
berusaha menyelidiki perkembangan seluk beluk ilmu linguistic itu sendiri dari
masa kemasa, serta mempelajari pengaruh ilmu-ilmu lain, dan pengaruh pelbagai
pranata masyarakat( seperti kepercayaan, adat istiadat, pendidikan, dan sbg)
terhadap linguistik sepanjang masa.
2.3
ANALISIS LINGUISTIK
Analisis
linguistic dilakukan terhadap bahasa atau lebih tepat terhadap semua tataran
tingkat bahasa yaitu fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, dan semantik.
2.4
MANFAAT LINGUISTIK
Bagi
linguis sendiri pengetahuan yang luas mengenai linguistik tentu akan sangat
membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya. Bagi peneliti,
kritikus, dan peminat sastra linguistic akan membantunya dalam memahami
karya-karya sastra dengan lebih baik, sebab bahasa yang menjadi objek
penelitian linguistik itu, merupakan wadah pelahiran karya sastra. Bagi guru,
terutama guru bahasa , pengetahuan linguistik sangat penting mulai dari
subdisiplin fonologi, morfologi, sintaksis, semantic, leksikologi, sampai
dengan pengetahuan mengenai hubungan bahasa dengan kemasyarakatan dan
kebudayaan.
3
OBJEK LINGUISTIK: BAHASA
3.1
PENGERTIAN BAHASA
Menurut
Kridalaksana(1983, dan juga dalam Djoko Kentjono 1982): bahasa adalah system
lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial
untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.
3.2
HAKIKAT BAHASA
3.2.1
Bahasa Sebagai Sistem
Kaitan
dengan ilmu, sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu
keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sistem ini dibentuk oleh sejumlah unsur
atau komponen yang satu dengan lainnya berhubungan secara fungsional.
3.2.2
Bahasa Sebagai Lambang
Kata
lambang sering dipadankan dengan simbol. Lambang dengan seluk beluknya dikaji
orang dalam kegiatan ilmiah dalam bidang kajiannya adalah ilmu semiotika atau
semiologi, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan
manusia, termasuk bahasa.
Lambang
menandai sesuatu yang lain secara konvensional, tidak secara alamiah dan
langsung. Misalnya di Jakarta, jika di jalan ada bendera kuning, maka itu
berarti ada orang meninggal. Karena secara konvensional bendera kuning
dijadikan tanda akan adanya kematian.
Gerak
isyarat atau gesture adalah tanda yang dilakukan dengan gerakan anggota badan
dan tidak bersifat imperative seperti sinyal.
Gejala
atau symptom adalah suatu tanda yang tidak disengaja, yang dihasilkan tanpa
maksud, tetapi alamiah untuk menunjukkan atau mengungkapkan bahwa sesuatu akan
terjadi.
Ikon
adalah tanda yang paling mudah dipahami karena kemiripannya dengan sesuat yang
mewakili. Misalnya gambar bangunan, patung.
Indeks
adalah tanda yang menunjukkan adanya sesuatu yang lain, seperti asap yang
menunjukkan adanya api.
3.2.3
BAHASA ADALAH BUNYI
Bahasa
adalah bunyi, maka dapat dikatakan bahwa bahasa adalah sitem lambang bunyi. Jadi
sitem bahasa itu adalah berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi. Menurut Kridalaksana(1983: 27) bunyi adalah
kesan pada pusat saraf sebagai akibat getaran gendang telinga yang bereaksi
karena perubahan-perubahan dalam tekanan udara. Kemudian yang dimaksud dengan
bunyi pada bahasa atau yang termasuk lambang bahasa adalah bunyi-bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia, selain itu tidak termasuk bunyi bahasa.
Bunyi bahasa atau bunyi ujaran adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat
ucap manusia yang di dalam fonetik diamati sebagai “fon” dan di dalam fonemik
sebagai “fonem”.
3.2.4
BAHASA ITU BERMAKNA
Bahasa
itu adalah sistem lambang yang berwujud bunyi. Sebagai lambang tentu ada yang
dilambangkan. Maka yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu konsep,
suatu ide, atau suatu pemikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu.
Maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna. Misalnya lambang bahasa
yang berwujud bunyi (kuda): lambang itu mengacu pada konsep”sejenis binatang
berkaki empat yang bisa dikendarai.
3.2.5
BAHASA ITU ARBITRER
Kata
arbitrer bisa diartikan sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka.
Kemudian yang dimaksud arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara
lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang
dimaksud oleh lambang tersebut. misalnya antara kuda dengan yang
dilambangkannya, yaitu sejenis binatang berkaki empat, yang bisa dikendarai.
3.2.6
BAHASA ITU KONVENSIONAL
Meski
hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkanya bersifat arbitrer,
tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat
konvensional. Artinya semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi
bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
Misalnya, binatang berkaki empat yang bisa dikendarai, yang secara arbitrer
dilambangkan dengan kuda, maka anggota masyarakat Indonesia , semuanya harus
mematuhinya.
3.2.7
BAHASA ITU PRODUKTIF
Bahasa
itu dikatakan produktif, maksudnya meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas,
tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat
satuan-satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif sesuai
dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu.misalnya kita ambil unsur /a/,
/i/,/k/,t/. maka kita akan mengasilkan ikat/kita/kait/kiat/kati/
3.2.8
BAHASA ITU UNIK
Unik
artinya mempunyai cirri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain.
Kalau bahasa dikatakan bersifat unik, maka artinya setiap bahasa mempunyai ciri
khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini menyangkut
sistem bunyi, sitem pembentuk kata, sistem pembentuk kalimat, atau sistem
lainnya.
3.2.9
BAHASA ITU UNIVERSAL
Maksudnya
ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini.
Bahasa itu berupa ujaran, maka ciri universal dari bahasa yang paling umum
adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vocal dan
konsonan. Bahasa Indonesia misalnya
mempunyai 6 buah vokal dan 22 buah konsonan, sedangkan bahasa arab mempunyai 3
buah vokal pendek dan 3 buah vokal panjang, serta 28 buah konsonan
3.2.10
BAHASA ITU DINAMIS
Bahasa
adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan
dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang
berbudaya dan bermasyarakat. Keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan
manusia, sedangkan dalam kehidupanya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu
berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap dan
selalu berubah, maka bahasa itu dinamis
3.2.11
BAHASA ITU BERVARIASI
Mengenai
variasi bahasa ada tiga istilah, yaitu idioleh, dialek, dan ragam. Idiolek
adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perorangan. Dialek adalah
variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu
tempat atau suatu waktu. Dialek temporal atau kronolek adalah variasi bahasa
yang digunakan pada masa tertentu. Dialek sosial atau sosiolek adalah variasi
bahasa yang digunakan sekelompok anggota masyarakat dengan status sosial
tertentu.
3.2.12
BAHASA ITU MANUSIAWI
Maksudnya
bahasa itu hanya dihasilkan oleh alat ucap manusia. Sehingga yang mempunyai
bahasa itu hanya manusia. Binatang tidak mempunyai bahasa. Meskipun binatang
dapat berkomunikasi dengan sesame jenisnya bahkan juga dengan manusia adalah
memang suatu kenyataan.
3.3
BAHASA DAN FAKTOR LUAR BAHASA
Objek
kajian linguistic mikro adalah struktur intern bahasa atau sosok bahasa itu
sendiri, sedangkan kajian linguistic makro adalah bahasa dalam hubungannya
dengan faktor di luar bahasa.
3.3.1
MASYARAKAT BAHASA
Masyarakat
bahasa adalah sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama. Dengan
demikian kalau ada sekelompok orang yang merasa sama-sama menggunakan bahasa
sunda, maka bisa dikatakan mereka adalah masyarakat bahasa sunda.
3.3.2
VARIASI DAN STATUS SOSIAL BAHASA
Bahasa
itu bersifat variasi karena anggota masyarakat penutur bahasa itu sangat
beragam dan bahasa itu sendiri digunakan untuk keperluan yang beragam pula. Ada
dua macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status pemakainya. Yang
pertama variasi bahasa tinggi (T) yang digunakan dalam situasi resmi, seperti
pidato kenegaraan, bahasa pengantar dalam pendidikan, dll. Yang kedua adalah
variasi bahasa rendah (R) digunakan dalam situasi tidak formal, seperti di
rumah, di warung, dll.
3.3.3
PENGGUNAAN BAHASA
Hymes(1974)
seorang pakar sosiolinguistik mengatakan bahwa suatu komunikasi dengan
menggunakan bahasa harus memperhatikan dengan unsur yang diakronimkan SPEAKING:
(1) Setting
dan scence yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya
percakapan
(2) Participants,
yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan.
(3) Ends
yaitu maksud dan hasil percakapan.
(4) Act
sequences yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan.
(5) Key
yaitu menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan percakapan.
(6) Instrumentalities
yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan, apakah secara lisan atau bukan.
(7) Norms
yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan.
(8) Genres
yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan.
3.3.4
KONTAK BAHASA
Dalam
masyarakat yang terbuka artinya yang para anggotanya dapat menerima kedangan
anggota dari masyarakat lain, baik dari satu
atau lebih dari satu masyarakat, akan terjadilah apa yang disebut kontak
bahasa. Bahasa dari masyarakat yang menerima kedatangan akan saling
mempengaruhi dengan bahasa dari masyarakat yang datang.
3.3.5
BAHASA DAN BUDAYA
Hipotesis
yang dikeluarkan Edwar Sapir dan Benjamin Lee Whorf yang menyatakan bahwa
bahasa mempengaruhi kebudayaan, atau dengan lebih jelas bahasa itu mempengaruhi
cara berfikir dan bertindak anggota
masyarakat penuturnya. Jadi bahasa itu menguasai cara berfikir dan bertindak
manusia. Apa yang dilakukan manusia selalu dipengaruhi oleh sifat-sifat
bahasanya.
3.4
KLASIFIKASI BAHASA
3.4.1
KLASIFIKASI GENETIS
Klasifikasi
genetis disebut juga klasifikasi geneologis, dilakukan berdasarkan garis
keturunan bahasa-bahasa itu, artinya suatu bahasa berasal atau diturunkan dari
bahasa yang lebih tua. Menurut teori klasifikasi genetis ini, suatu bahasa
prato(bahasa tua, bahasa semula) akan pecah dan menurunkan dua bahasa baru atau
lebih.
Klasifikasi
genetis ini dilakukan berdasarkan criteria bunyi dan arti, yaitu atas kesamaan
bentuk (bunyi) dan makna yang dikandungnya. Klasifikasi genetis ini, karena
hanyamenggunakan satu criteria yaitu garis keturunan, maka sifatnya menjadi
nonarbitrer.
3.4.2
KLASIFIKASI TIPOLOGIS
Klasifikasi
tipologis ini dilakukan berdasrkan kesamaan tipe atau tipe-tipe yang terdapat
pada sejumlah bahasa. Klasifikasi tipologis ini bersifat arbitrer karena
klasifikasi tipologi ini dapat dilakukan pada semua tataran bahasa. Sehingga
hasil klasifikasi ini dapat bermacam-macam.
3.4.3
KLASIFIKASI AREAL
Klasifikasi
areal dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbal balik antara bahasa yang
satu dengan bahasa yang lain di dalam suatu areal atau wilayah, tanpa
memperhatikan apakah bahasa itu berkerabat secara genetik atau tidak. Dan sifat
klasifikasi ini arbitrer.
3.4.4
KLASIFIKASI SOSIOLINGUISTIK
Klasifikasi
ini dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor yang
berlaku dalam masyarakat; tepatnya berdasarkan status, fungsi, penilaian yang
diberikan masyarakat terhadap bahasa itu. Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan
empat ciri atau criteria(1) historisitas berkenaan dengan sejarah perkembangan
bahasa atau sejarah pemakai bahasa. (2) standarisasi berkenaan dengan statusnya
sebagai bahasa baku atau tidak baku, atau statusnya dalam pemakaian formal atau
tidak formal. (3) vitalitas berkenaan dengan apakah bahasa itu mempunya penutur
yang menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari secara aktif atau tidak. (4)
homogenesitas berkenaan dengan apakah leksikon atau tata bahasa itu diturunkan.
3.5
BAHASA TULIS DAN SISTEM AKSARA
Bahasa
lisan itu primer sedangkan bahasa tulis itu sekunder. Tapi peranan bahasa tulis
di dalam kehidupan modern sangat besar sekali. Karena bahasa tulis bisa
menembus waktu dan ruang, sedangkan bahasa lisan begitu diucapkan segera hilang
dan tak berbekas. Bahasa tulis dapat disimpan lama sampai waktu yang tak
terbatas. Karena itulah kita bisa memperoleh informasi dari masa lalu atau dari
tempat yang jauh melalui bahasa tulis ini, tidak melalui bahasa lisan. Bahasa
tulis ini juga merupakan rekaman dari bahasa lisan. Dalam pembicaraan mengenai
bahasa tulis , kita akan menemukan istilah huruf, abjad, alphabet, graf,
grafem, alograf, kaligrafi dan graffiti.
4.
TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI
Fonologi
adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan
runtutan bunyi-bunyi bahasa. Secara
etimologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi, dan logi yang berarti ilmu.
Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya. Fonologi dibedakan
menjadi fonetik dan fonemik.
Fonetik
biasa dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa
tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai
pembeda makna tau tidak.
Fonemikadalah
cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi
bunyi tersebut sebagai pembeda makna. Perhatikan contoh, ternyata bunyi (i)
yang terdapat pada kata-kata(intan), (angin), dan (batik) tidak sama.
4.1
FONETIK
Menurut
urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu dibedakan adanya tiga jenis fonetik,
yaitu (1) fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik
fisiologis, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja
dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu
diklasifikasikan. (2) fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai
peristiwa fasis atau fenomena alam. (3) fonetik auditoris mempelajari bagaimana
mekanisme penerimaan bunyi bahasanitu oleh telinga.
4.1.1
ALAT UCAP
Dalam
fonetik artikulatoris hal pertama yang dibicarakan adalah alat ucap manusia
untuk menghasilkan bunyi bahasa. Bunyi-bunyi yang terjadi pada alat-alat ucap
itu biasanya diberi nama “sesuai dengan nama alat ucap itu. Namun tidak biasa
disebut “bunyi gigi” atau “bunyi bibir”, melainkan bunyi dental dan bunyi
labial, yakni istilah berupa bentuk ajektif fari bahasa latinya.
4.1.2
PROSES FONASI
Terjadinya
bunyi bahasa pada umumnya dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari
paru-paru melalui pangkal tenggorok ke pangkal tenggorok, yang didalamnya
terdapat pita suara. Supaya udara bisa terus keluar, pita suara itu harus
berada dalam posisi terbuka. Setelah melalui pita suara, yang merupakan jalan
satu-satunya untuk bisa keluar, entah melalui rongga mulut atau rongga hidung,
udara tadi diteruskan ke udara bebas.
4.1.3
TULISAN FONETIK
Tulisan
fonetk dibuat untuk keperluan studi fonetik sesungguhnya dibuat berdasarkan
huruf-huruf dari aksara latin, yang ditambah dengan sejumlah tanda diakritik
dan sejumlah modifikasi terhadap huruf latin tersebut. dalam tulisan fonetik
setiap huruf atau lambang hanya digunakan untuk melambangkan satu bunyi bahasa.
Akan tetapi dalam bahasa Indonesia sekarang , misalnya huruf e digunanakan
untuk melambangkan lebih dari satu bunyi. Bunyi e pada kata kera, monyet dan sate.
4.1.4
KLASIFIKASI BUNYI
Bunyi
bahasa pertama-tama dibedakan atas vokal dan konsonan. Bunyi vokal dihasilkan
dengan pita suara terbuka sedikit. Bunyi konsonan terjadi setelah arus udara
melewati pita suara yang terbuka sedikit atau agak lebar diteruskan ke rongga
mulut atau rongga hidung dengan mendapatkan hambatan di tempat-tempat
artikulasi tertentu.
4.1.4.1
KLASIFIKASI VOKAL
Bunyi
vokal biasanya diklasifikasi dan diberi nama berdasarkan posisi lidah dan
bentuk mulut. Posisi lidah bersifat vertikal dan horizontal. Secara vertikal
dibedakan adanya vokal tinggi bunyi (i) dan (u). , vokal tengah misalnya (e)
dan vokal rendah adalah (a). secara horizontal dibedakan adanya vokal depan
misalnya(i), (e) , vokal pusat misalnya(‘a) dan vokal belakang misalnya
(u),(o).
4.1.4.2
DIFTONG ATAU VOKAL RANGKAP
Disebut
karena posisi lidah ketika memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian
akhirnya tidak sama. Ketidaksamaan itu menyangkut tinggi rendahnya lidah,
bagian lidah bergerak serta strikturnya. Caontoh diftong dalam bahasa Indonesia
adalah /au/,/ai/. Pada kata harimau, dan sampai.
4.1.4.3
KLASIFIKASI KONSONAN
Dibedakan
berdasarkan tiga kriteria yaitu (1) berdasarkan posisi pita suara dibedakan
adanya bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara. Bunyi bersuara terjadi apabila
pita suara hanya terbuka sedikit, sehingga terjadilah getaran pada pita suara
itu. Yang termasuk bunyi bersuara antara lain, /b/,/d/,/c/,/g/. bunyi tak
bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga tidak ada
getaran pada pita suara. Contohnya bunyi /s/,/k/,/p/,/t/. (2) tempat artikulasi
dibedakan atas : bilabial,labiodental, laminoalveolar,dorsovelar. (3)
berdasarkan cara artikulasinya, dibedakan menjadi : hambat, geseran atau
frikatif, paduan, sengauan atau nasal, getaran atau trill, sampingan atau
lateral, hampiran atau aproksiman.
4.1.5
UNSUR SUPRASEGMENTAL
Ujaran
merupakan suatu runtutan bunyi yang sambung-bersambung terus-menerus diselang
seling dengan jeda singkat atau jeda agak singkat, disertai dengan keras
lembutnya bunyi, tinggi rendahnya bunyi, panjang pendeknya bunyidan sebagainya.
Dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat disegmentasikan, sehingga disebut
bunyi segmental, tetapi berkenaan dengan keras lembut, panjang endek, tinggi
rendah dan jeda tidak dapat disegmentasikan. Bagian dari bunyi tersebut disebut
bunyi suprasegmental.
4.1.5.1
TEKANAN ATAU STRES
Tekanan
menyangkut masalah keras lunaknya bunyi.
4.1.5.2
NADA ATAU PITCH
Nada
berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi.
4.1.5.3
JEDA ATAU PERSENDIAN
Jeda
atau persendian berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar. Disebut jeda
karena adanya hentian itu, dan disebut persendian karena di tempat perhentian
itulah terjadinya persambungan antara segmen yang satu dengan segmen yang lain.
4.1.6
SILABEL
Silabel
atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau
runtutan bunyi ujaran. Satu silabel biasanya meliputi satu vocal, atau satu
vocal dan satu konsonan atau lebih. Silabel sebagai satuan ritmis mempunyai
puncak kenyaringan atau sonoritas yang
biasanya jatuh pada sebuah vocal. Kenyaringan yang menjadi puncak silabel
terjadi karena adanya ruang resonanso berupa rongga mulut, rongga hidunga, atau
rongga-rongga lainnya di dalam kepala dan dada. Misalnya kata dalam bahasa
Indonesia (dan) kata yang terdiri dari /d/,/a/,/n/, yang menjadi puncak
kenyaringan adalah vocal /a/.
4.2
FONEMIK
Objek
penelitiannya fonemik adalah fonem, yakni bunyi bahasa yang dapat atau
berfungsi sebagai pembeda makna kata. Maka jika bunyi itu membedakan makna,
maka bunyi tersebut fonem,dan sebaliknya, jika bunyi tersebut tidak membedakan
makna maka bukan fonem,
4.2.1
IDENTIFIKASI FONEM
Untuk
mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, maka harus mencari sebuah
satuan bahasa, biasanya sebuah kata yang mengandung bunyi tersebut, lalu
membandingkannya dengan satuan bahasa
lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama. Jika ternyata keduan
satuan bahasa tersebut maknanya berbeda, maka berarti sebuah fonem. Contah
pasangan minimal pada kata laba dan raba.
/l/a/b/a dan /r/a/b/a/ yang menjadi perbedaan hanyalah pada huruf awalnya
sehingga /l/ dan /r/ merupakan fonem.
4.2.2
ALOFON
Alofon
adalah arian fonem
berdasarkan posisi di dl kata, msl fonem pertama pada kita dan kata secara fonetis
berbeda, tetapi masing-masing adalah alofon dr fonem /k/.
4.2.3 KLASIFIKASI FONEM
Kriteria klasifikasi terhadap fonem sama dengan
kriteria yang dipakai untuk klasifikasi bunyi atau “fon”, maka penamaan fonem
pun sama dengan penamaan bunyi. Jadi kalau ada bunyi vocal depan tinggi bundar,
maka juga ada atau aka nada fonem vocal depan tinggi bundar, kalau ada bunyi
konsonan hambat bilabial bersuara, maka ada juga fonem konsonan bilabial
bersuara.
4.2.4 KHAZANAH FONEM
Khazanah fonem adalah banyaknya fonem yang terdapat
dalam suatu bahasa. Jadi jumlah fonem yang dimiliki suatu bahasa tidak sama
dengan jumlah yang dimiliki oleh bahasa lain. Mislanya dalam bahasa Indonesia, ada
yang menghitung hanya 24 buah yaitu 6 buah fonem vocal dan 18 buah fonem
konsonan.
4.2.5 PERUBAHAN FONEM
Ucapan sebuah fonem dapat berbeda-beda karena sangat
tergantung pada lingkungannya., atau pada fonem-fonem lain yang berada di
sekitarnya. Beberapa kasus perubahan fonem:
4.2.5.1 ASIMILASI DAN DISIMILASI
Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi
menjadi bunyi yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada dilingkungannya.
Misalnya dalam bahasa Indonesia kata sabtu, dalam pengucapanya kata sabtu,
konsonan dibaca /p/.
Disimilasi adalah proses yg mengakibatkan dua hal yg
sama menjadi tidak sama, msl pasangan bunyi r dan r dihindarkan dan menjadi l dan r, spt kata belajar (dr berajar), telantar (dr terantar).
4.2.5.2 NETRALISASI DAN ARKIFONEM
Netralisasi adalah kondisi hilangnya kontras antara
dua fonem dl lingkungan fonologis tertentu, msl dl bahasa Indonesia hilangnya kontras antara /d/ dan /t/ pd posisi
akhir
Arkifonem adalah golongan fonem yg kehilangan kontras
pd posisi tertentu.
4.2.5.3 UMLAUT, ABLAUT, DAN HARMONI VOKAL
Umlaut adalah perubahan vocal sedemikian rupa,
sehingga vocal itu berubah menjadi vokal yang lebih tinggi sebagai akibat dari vokal berikutnya yang
tinggi. Misalnya dalam bahasa belanda pada bunyi /a/ pada kata handje lebih
tinggi kualitasnya dibanding dengan hand.
Ablaut adalah perubahan vokal yang kita temukan dalam
bahasa indo jerman untuk menandai pelbagai fungsi gramatikal. Misalnya dalam
bahasa jerman vokal /a/ menjadi /a”/
untuk mengubah bentuk singularis menjadi bentuk pluralis.
Perubahan bunyi yang disebut harmoni vokal atau
keselarasan vokal terdapat dalam bahasa Turki. Perhatikan contoh berikut, kata
at’kuda’ bentuk jamaknya adalah atlar’kuda-kuda’.
4.2.5.4 KONTRAKSI
Kontraksi adalah proses atau hasil pemendekan suatu
bentuk kebahasaan (spt tidak
menjadi tak.
4.2.5.5 METATESIS DAN
EPENTESIS
Metatesis adalah pergantian tempat bunyi (huruf) dl
sebuah kata, msl berantas
jadi banteras; copot
menjadi pocot.
Epentesis adalah penyisipan bunyi atau huruf ke dl kata, terutama kata
serapan, tanpa mengubah arti untuk menyesuaikan dng pola fonologis bahasa
peminjam, spt penyisipan /e/ dl kata kelas.
4.2.6 FONEM DAN GRAFEM
Fonem adalah satuan bunyi terkecil yg mampu menunjukkan kontras
makna (msl /h/ adalah fonem krn membedakan makna kata harus dan arus, /b/ dan /p/
adalah dua fonem yg berbeda krn bara dan para
beda maknanya.
Grafem adalah satuan terkecil sebagai pembeda dalam
sebuah sistem aksara.
5. TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI
Morfologi adalah cabang linguistik yang objek
penelitiannya adalah morfem dan kombinasinya.
5.1 MORFEM
Morfem adalah satuan bentuk bahasa terkecil yg
mempunyai makna secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian
bermakna yg lebih kecil.
5.1.1 IDENTIFIKASI MORFEM
Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem
atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya
dengan bentuk-bentuk lain. Kelau bentuknya tersebut bisa hadir berulang-ulang
dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Contohnya kedua, ketiga, keempa, kelima ternyata bentuk ke pada kata tersebut dapat
disegmentasikan sebagai satuan tersenridan mempunyai makna yang sama, yaitu
menyatakan tingkatan atau derajat. Contoh lain kekampus, kepasar, kedapu
bentuk ke dapat disegmentasikan sebuah satuan tersediri. Ke tersebut menyatakan
arah tan tujuan.
5.1.2 MORF DAN ALOMORF
Morf adalah anggota morfem yang tidak dikaitkan dengan
distribusinya (seperti i
pd kata kenai).
Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya.
Alomorf adalah anggota morfem yg sama, yg variasi
bentuknya disebabkan pengaruh lingkungan yg dimasukinya (msl morfem ber- mempunyai alomorf ber-, be-, dan bel-).
5.1.3 KLASIFIKASI MORFEM
Beberapa kriteria dalam mengklasifikasi morfem, antara
lain berdasarkan kebebasannya, keutuhannya, maknyanya dan sebagainya.
5.1.3.1 MORFEM BEBAS DAN MORFEM TERIKAT
Morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem
lain dapat muncul dalam pertuturan. Misalnya dalam bahasa Indonesia ,
bentuk pulang, makan, rumah dan bagus
adalah termasuk morfem bebas. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tanpa
digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Misalnya
adalah bentuk juang, henti, gaul, dan baur, karena bentuk-bentuk tersebut,
meskipun bukan afiks.
5.1.3.2 MORFEM UTUH DAN MORFEM TERBAGI
Morfem utuh adalah morfem yg secara potensial dapat
berdiri sendiri dalam suatu bangun kalimat, misal meja, kursi, kecil.
Morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang
terpisah. Misalnya pada kata Indonesia kesatuan
terdapat satu morfem utuh, yaitu
(satu) dan satu morfem terbagi (ke-/-an).
5.1.3.3 MORFEM SEGMENTAL DAN SUPRASEGMENTAL
Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh
fonem-fonem segmental, seperti morfem (lihat), (lah), (sikat) dan (ber). Jadi
semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental.
Morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh
unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya.
5.1.3.4 MORFEM BERALOMORF ZERO
Yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud
bunyi segmental maupun berupa prosodi(unsur suprasegmental) melainkan berupa
kekosongan.misalnya bentuk tunggal untuk book adalah book dan bentuk jamaknya
adalah books; bentuk tunggal sheep dan bentuk jamaknya pun sheep. Karena bentuk
jamak untuk books dua morfem yaitu book dan –s. dan dipastikan bentuk jamak
sheep dalam morfem (sheep) dan morfem zero.
5.1.3.5 MORFEM BERMAKNA LEKSIKAL DAN MORFEM TIDAK
BERMAKNA LEKSIKAL
Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang
secara interen telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses
dulu dengan morfem lain. Misalnya dalam bahasa Indonesia morfem /kuda/,
/pergi/,/lari/ adalah morfem bermakna leksikal.
Sebaliknya morfem tak bermakna leksikal tidak
mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai makna
dalam gabungannya dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi. Misalnya afiks
/ber-/, /me-/. Dan /ter-/.
5.1.4 MORFEM DASAR, BENTUK DASAR, PANGKAL (STEM), DAN
AKAR (ROOT)
5.2 KATA
5.2.1 HAKIKAT KATA
Menurut bahasawan tradisional, kata satuan bahasa yang
memiliki satu pengertian, atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua
buah spasi, dan mempunyai satu arti.
5.2.2 KLASIFIKASI KATA
Istilah lain yang biasa digunakan untuk klasifikasi adalah
penggolongan kata atau penjelasan kata, dalam bahasa inggris disebut part of
speech. Para tata bahasawan tradisional menggunakan criteria makna dan kriteria
fungsi. Kriteria makna digunakan untuk mengidentifikasikan kelas verba, nomina,
dan ajektiva, sedangkan kriteria fungsi digunakan untuk mengidentifikasikan
preposisi, konjungsi, adverbial, pronominal dan lain-lain. Yang disebut verba
adalah kata yang menyatakan tindakan atau perbuatan; nomina adalah kata yang
menyatakan benda atau yang dibendakan; konjungsi adalah kata yang bertugas atau
berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, atau bagian kalimat yang satu
dengan yang lain.
Para tata bahasawan strukturalis membuat klasifikasi
kata berdasarkan distribusi kata itu dalam suatu struktur atau konstruksi. Yang
disebut nomina adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata bukan;
atau dapat mengisi konstruksi bukan…
jadi, kata-kata seperti buku, pensil dan nenek adalah termasuk nomina. Yang
termasuk verba adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata tidak; atau atau dapat mengisi
konstruksi tidak… jadi kata-kata seperti makan, minum, lari adalah termasuk
kata verba. Lalu ajektiva adalah kata-kata yang dapat berdistribusi di belakang
kata sangat, atau dapat megisi konstruksi sangat… jadi kata-kata seperti merah,
nakal cantik , termasuk kata ajektiva.
5.2.3 PEMBENTUKAN KATA
Pembentukan kata mempunyai dua sifat, yaitu pertama,
membentuk katap-kata yang bersifat inflektif, dan kedua yang bersifat
derivatif.
5.2.3.1 INFLEKTIF
Adalah sufiks yg ditambahkan pada akar atau dasar
untuk membatasi makna gramatikal atau sufiks n afiks yang ditambahkan pada bagian belakang
kata dasar, misal -an,
-kan, dan -i;
akhiran.
5.2.3.2 DERIVATIF
Adalah berasal dari dasar kata (yang memperoleh
imbuhan). Pembentukan kata secara derivative membentuk kata baru, kata yang
identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya. Misalnya dari kata
inggris sing”menyanyi” terbentuk kata singer”penyanyi”, dari kata
write”menulis”, writer”penulis”.
5.3 PROSES MORFEMIS
Proses morfemis berkenaan dengan afiksasi,
reduplikasi, komposisi, juga sedikit tentang konversi dan modivikasi intern.
5.3.1 AFIKSASI
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah
dasar atau bentuk dasar. Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam
proses afiksasi dapat berupa akar yakni bentuk terkecil yang tidak dapat
disegmentasikan lagi. Misalnya meja, beli, makan dan sikat.
Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem
terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.
Sesuai dengan sifat kata yang dibentuknya, dibedakan adanya dua jenis afik: (1)
afiks inflektif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata
inflektif atau paradigm infleksional. Misalnya sufiks –s pada kata books
sebagai penanda jamak, atau sufiks –ed pada kata looked, sebagai penanda
lampau. (2) afiks derivatif.
Prefiks adalah afiks yang dibubuhkan dimuka bentuk
dasar, seperti me-
Infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk
dasar, seperti er, pada kata seruling.
Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan di akhir bentuk
dasar, seperti –kan.
Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang
bagian pertama berposisi pada awal bentuk dasar dan kedua di bagian akhir kata
dasar, contoh, me-/-kan.
5.3.2 REDUPLIKASI
Adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar,
baik secara keseluruhan, secara sebagian(parsial), maupun dengan perubahan
bunyi. Reduplikasi penuh misalnya meja-meja(dari dasar meja), reduplikasi
sebagian misalnya lelaki(dari dasar laki), reduplikasi perubahan bunyi, seperti
bolak-balik.
5.3.3 KOMPOSISI
Adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar
dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk
sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru.
Misalnya dalam bahasa Indonesia lalu
lintas, daya juang, rumah sakit. Dalam bahasa arab, akhirulkalam, malaikalmaut. Dalam bahasa inggris, blackboard, greenhouse.
5.3.4 KONVERSI, MODIFIKASI INTERNAL, DAN SUPLESI
Konversi juga disebut derivasi zero, transmulasi, dan
transposisi adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain
tanpa perubahan unsure segmental.contoh dalam bahasa Indonesia, kata cangkul adalah nomina dalam kalimat Ayah membeli cangkul baru tetapi dalam
kalimat cangkul dulu baik-baik tanah itu,
baru ditanami adalah sebuah verba.
Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata
dengan penambahan unsur-unsur yang biasanya berupa vocal ke dalam morfem yang
berkerangka tetap ( yang biasanya berupa konsonan). Missal dalam bahasa arap
ada morfem k-t-b.. ada vocal yang mengisi enjadi katab, kitab.
5.3.5 PEMENDEKAN
Adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau
gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat tetapi maknanya tetap
sama dengan makna bentuk utuhnya. Misalnya lab(utuhnya laboratorium), hlm
(utuhnya halaman).
5.3.6 PRODUKTIVITAS PROSES MORFEMIS
Yang dimaksud adalah dapat tidaknya proses pembentukan
kata itu, terutama afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, digunakan
berulang-ulang yang secara relatif tak terbatas, artinya ada kemungkinan menambah
bentuk baru dengan proses tersebut.
5.4 MORFOFONEMIK
Morfofonemik disebut juga morfonemik, morfofonologi,
atau morfonologi atau peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses
morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, komposisi. Misalnya proses afiksasi
bahasa Indonesia dengan dengan prefiks me- akan terlihat bahwa prefiks me- itu
akan berubah menjadi mem-, meny-, meng-,menge, atau tetap me- menurut
aturan-aturan fonologis tertentu. Kalau bentk dasarnya mulai dengan konsonan
/b/ dan /p/ maka prefiks me- akan menjadi mem-, seperti membeli dan memotong.
6. TATARAN LINGUISTIK (3) : SINTAKSIS
Sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan
kata lain, atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran. Dalam sintaksis
akan dibicarakan (1) struktur sintaksis, (2) satuan-satuan sintaksis,(3)
hal-hal lain yang berkenaan dengan sintaksis.
6.1 STRUKTUR SINTAKSIS
Secara umum unsur sintaksis terdiri dari susunan
subjek(S), predikat(P), objek(O), dan keterangan(K). menurut Verhaar
fungsi-fungsi sintaksis yang berupa S,P,O,K itu merupakan “kotak-kotak kosong”
atau “tempat-tempat kosong” yang tidak mempunyai arti apa-apa karena
kekosongannya. Tempat-tempat kosong tersebut nantinya akan diisi dengan sesuatu
yang berupa kategori dan memiliki perenan tertentu.
Contohnya
Nenek melirik kakek tadi pagi.
Tempat kosong yang bernama subjek diisi oleh nenek
yang berkategori nomina yang berperan sebagai pelaku, predikat diisi oleh
melirik yang berkategori verba yang memiliki peran aktif, objek diisi oleh
kakek yang berkategori nomina yang memiliki peran sasaran dan keterangan diisi
oleh tadi pagi yang berkategori nomina, yang memiliki peran waktu.
Struktur sintaksis tidak selalu berurutan S,P,O,K
karena ada susunan lain,
Contohnya
Keluarlah nenek dari kamarnya
Kalimat di atas mempunyai susunan P,S,K.
Contoh lain:
Dia tinggal di Jakarta
Kalimat di atas mempunyai susunan S,P,Pel
6.2 KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS
Dalam tataran morfologi merupakan satuan
terbesar(satuan terkecilnya adalah morfem)tetapi dalam tataran sintaksis, kata
merupakan satuan terkecil, yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk
satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase. Kata sebagai satuan terkecil
dalam sintaksis, yaitu dalam hubungannya dengan dengan unsur –unsur pembentuk
satuan sintaksis yang lebih besar yaitu frase, klausa dan kalimat. Sebagai
satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai pengisi fungsi
sintaksis, sebagai penanda kategori sintaksis dan sebagai perangkai dalam
penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis.
6.3 FRASE
6.3.1 PENGERTIAN FRASE
Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal
yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut
gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
Pembentuk frase haruslah satuan gramatikal yang bebas, bukan terikat. Misalnya
belum makan dan tanah tinggi merupakan frase, tapi kalu tata boga dan
interlokal bukan frase, karena boga dan inter merupakan morfem terikat.
6.3.2 JENIS FRASE
6.3.2.1 FRASE EKSOSENTRIK
Adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai
perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya frasa di pasar,
yang terdiri dari komponen di dan komponen pasar. Secara keseluruhan menduduki
fungsi keterangan.dalam kalimat
Dia berdagang di pasar . baik di maupun pasar tidak
menduduki keterangan jika berkonstruksi, (dia berdagang di) dan (dia berdagang
pasar).
6.3.2.2 FRASE
ENDOSENTRIK
Adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya
memiliki perilaku sintaksias yang sama dengan keseluruhannya. Artinya salah
satu komponennya itu dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya. Misalnya sedang membaca dalam kalimat (65), komponen keduanya yaitu membaca.(66).
(65) nenek sedang
membaca komik di kamar
(66) nenek membaca
komik di kamar.
6.3.2.3 FRASE KOORDINATIF
Adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri
daridua komponen atau lebih yang sama dan sederajat, dan secara potensial dapat
dihubungkan oleh konjungsi koordinatif, baik yang tunggal seperti dan, atau, tetapi maupun konjungsi
terbagi seperti baik….baik, makin….makin,
dan baik….maupun…
Contohnya : sehat dan kuat, makin terang makin baik.
6.3.2.4 FRASE APOSITIF
Adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling
merujuk sesamanya; dan oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan. Misalnya
Pak Ahmad, guru saya dapat diubah guru saya, Pak Ahmad rajin sekali.
6.3.3 PERLUASAN FRASE
Perluasan frase maksudnya frase itu dapat diberi
tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan.
Misalnya frase di kamar tidur dapat
diperluas menjadi di kamar tidur saya. Perluasan
ini menurut keperluannya dapat dilakukan di sebelah kanan.
6.4 KLAUSA
6.4.1 PENGERTIAN KLAUSA
Klausa adalah satuan sintaksis yang berupa runtutan
kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya dalam konstruksi itu ada komponen berupa
kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat, dan yang lainnya sebagai
subjek, objek, keterangan. Selain konstruksi predikat yang harus ada dalam
konstruksi klausa, subjek dikatakan wajib, sedangkan yang lain tidak wajib.
Contohnya Nenek mandi
Kemudian perbedaan kalimat dengan klausa adalah, bahwa
kalimat itu kalau kepada konstruksi itu diberikan intonasi final atau intonasi
kalimat.
6.4.2 JENIS KLAUSA
Dibedakan berdasarkan strukturnya dan kategori
segmental. Berdasarkan strukturnya dapat dibedakan menjadi (1) klausa bebas
adalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap; sekurang-kurangnya mempunyai
subjek dan predikat dan karena itu, mempunyai potensi untuk menjadi kalimat.
Misalnya Nenekku masih cantik, jika
diberi intonasi final sudah menjadi kalimat mayor. (2) klausa terikat memiliki
struktur yang tidak lengkap. Unsur ada dalam klausa ini mungkin hanya subjek
saja, mungkin hanya objeknya saja, atau
juga hanya berupa keterangan saja. oleh karena itu, klausa terikat ini tidak
mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya konstruksi tadi pagi, yang bisa menjadi kalimat
jawaban untuk kalimat Tanya: Kapan Nenek
membaca komik?
Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya berkategori
verba, misalnya nenek mandi, kakek
menari. Ada tipe verba, maka dibedakan menjadi (a) klausa transitif yaitu
klausa yang predikatnya berupa verba transitif, seperti Nenek menulis surat.
(b) klausa intransitive yaitu klausa yang predikatnya berupa verba instrnsitif,
misalnya adik menangis, adik melompat-lompat.
6.5 KALIMAT
6.5.1 PENGERTIAN KALIMAT
Merupakan satuan yang langsung digunakan dalam
berbahasa, maka para tata bahasawan tradisional biasanya membuat definisi
kalimat dengan mengaitkan peranan kalimat itu, sebagai alat interaksi dan
kelengkapan pesan atau isi yang ingin dikatakan. Oleh karena itu, kalimat
adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap.
Contohnya
Nenek membaca komik di kamar.
6.5.2 JENIS KALIMAT
6.5.2.1 KALIMAT INTI DAN NON-INTI
Kalimat inti disebut juga kalimat dasar adalah kalimat
yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif, atau
netral dan afirmatif. Dalam bahasa Indonesia adal 7 pola.
Kalimat inti dapat diubah menjadi kalimat noninti
dengan berbagai proses transformative pemasifan, pengingkaran, penanyaan,
pemerintahan. Misalnya kalimat nenek
membaca komik. ,dapat dilakukan proses pemasifan menjadi komik dibaca nenek., atau pengingkaran nenek tidak membaca komik.
6.5.2.2 KALIMAT TUNGGAL DAN KALIMAT MAJEMUK
Kalimat tunggal itu klausanya hanya satu, sedangkan
untuk kalimat majemuk klausanya lebih. Contohnya dalam bahasa Indonesia
Nenekku masih cantik. Contoh kalimat majemuk “ mereka
bernyanyi dan menari sepanjang malam.
6.5.2.3 KALIMAT MAYOR DAN KALIMAT MINOR
Perbedaan kalimat mayor dan kalimat minor dilakukan
berdasarkan lengkap dan tidaknya klausa yang menjdi konstituen dasar kalimat
itu.
Contoh kalimat mayor, nenek berlari pagi,
Contoh kalimat minor, apa itu? Entahlah, ah, siapa,
orang dll.
6.5.2.4 KALIMAT VERBAL DAN KALIMAT NON-VERBAL
Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari
klausa verbal, atau kalimat yang predikatnya berupa atau frase yang
berkategorikan verba. Sedangkan kalimat nonverbal adalah kalimat yang
predikatnya bukan kata atau frase verbal. Bisa nomina, ajektifa, adverbial atau
numeralia.
6.5.3 INTONASI KALIMAT
Dalam bahasa Indonesia intonasi berupa tekanan, nada
atau tempo. Intonasi merupakan cirri utama yang membedakan kalimat dari sebuah
klausa. Yang dimaksud tekanan adalah cirri-ciri suprasegmental yang menyertai
bunyi ujaran. Tempo adalah waktu yang dibutuhkan untuk melafalkan sebuah
ujaran. Nada adalah unsure suprasegmental yang diukur berdasarkan kenyaringan
suatu segmen dalam suatu jenis ujaran.
6.5.4.1 MODUS
Adalah pengungkapan atau penggambaran suasana
psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembicara atau sikap si pembicara
tentang apa yang diucapkannya.
6.5.4.2 ASPEK
Adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara
internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian atau proses.
6.5.4 MODUS, ASPEK, KALA, MODALITAS, FOKUS, DAN
DIATESIS
6.5.4.3 KALA
Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang
menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang
disebutkan di dalam predikat. Kala ini lazimnya menyatakan waktu sekarang,
sudah lampau, dan akan datang.
6.5.4.4 MODALITAS
Adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap
pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan
peristiwa; atau juga sikap terhadap lawan bicaranya. Sikap ini dapat berupa,
pernyataan, kemungkinan, keinginan, juga keizinan. Misalnya :
Petani Indonesia sebaiknya mendirikan koperasi.
Barangkali dia tidak akan hadir.
6.5.4.5 FOKUS
Adalah unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga
perhatian pendengar atau pembaca tertuju pada bagian itu. Dalam bahasa
Indonesia focus kalimat dapat dilakukan dengan berbagai cara:
Yang pertama dengan member tekakan pada bagian kalimat
yang difokuskan. Misalnya dalam kalimat Dia
menangkap ayam saya, kalau tekanan diberikan pada kata dia, maka berarti
yang melakukan adalah Dia, bukan
orang lain
Kedua, dengan mengedepankan bagian kalimat yang
difokuskan. Misalnya Hal itu telah
disampaikan kepada DPR oleh pemerintah adalah susunan biasa, kalau ingin
difokuskan pada pelakunya; maka unsur pelaku itu yaitu Oleh pemerintahn dapat dikedepankan, sehingga menjadi Oleh pemerintah hal itu telah disampaikan
kepada DPR.
6.5.4.6 DIATESIS
Adalah gambaran hubungan antara pelaku atau peserta
dalam kalimat dengan perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu. Ada beberapa
macam diathesis:1) diatesis aktif yakni subjek yang berbuat atau melakukan
suatu perbuatan, contohnya Mereka
merampas uang kami. 2) diatesis pasif yaitu jika subjek menjadi sasaran
perbuatan, contohnya Uang kami dirampas. 3)
diatesis reflektif yaitu jika subjek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap
dirinya sendiri, contohnya Nenek kami
sedang berhias. 4) diatesis resiprokal yaitu jika subjek yang terdiri dari
dua pihak berbuat tindakan berbalasan, contohnya Kiranya mereka akan berdamai juga. 5) diatesis kausatif yaitu jika
subjek menjadi penyebab atas terjadinya sesuatu. Misalnya Kakek menghitamkan rambutnya.
6.6 WACANA
6.6.1 PENGERTIAN WACANA
Wacana adalah suatu bahasa yang lengkap sehingga dalam
hierarki gramatikal merupakan suatu gramatikal tertinggi atau terbesar.
6.6.2 ALAT WACANA
Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk
membuat sebuah wacana:
Pertama konjungsi yakni alat untuk
menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat atau menghubungkan paragraph dengan
paragraph.
Kedua, menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini dan itu sebagai rujukan anaforis. Contohnya
Awan tebal bergumpal-gumpa menutupi langit Jakarta. Itu tandanya hujan lebat akan turun.
Ketiga menggunakan ellipsis yaitu penghilangan bagian
kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain.
6.6.3 JENIS WACANA
Adanya wacana lisan dan wacana tulis berkenaan dengan
saranya yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis. Kemudian ada pembagian wacana
prosa dan puisi dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk
uraian?ataukah bentuk puitik. Kemudian wacana prosa dilihat dari penyampaian
isinya dibedakan menjadi wacana narasi, eksposisi, persuasi dan wacana
argumentasi.
7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK
Semantik adalah
ilmu tentang makna kata dan kalimat; pengetahuan mengenai seluk-beluk
dan pergeseran arti kata. Semantik dengan objeknya makna, berada diseluruh atau
di semua tataran yang bangun membangun ini: makna berada ditataran fonologi,
morfologi, dan sintaksis.
7.1 HAKIKAT MAKNA
Menurut de Saussure setiap tanda linguistic atau tanda
bahasa terdiri dari dua komponen, yaitu komponen signifian atau “yang mengartikan”yang wujudnya berupa runtutan
bunyi, dan komponen signifie atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa
pengertian atau konsep(yang dimiliki oleh signifian). Misalnya <meja>,
terdiri komponen signifian, yakni berupa runtutan fonem /m/,/e/,/j/,/a/; dan
komponen signifienya berupa konsep atau makna’sejenis perabot kantor atau rumah
tangga’.menurut de Saussure bahwa makna adalah ‘pengertian’atau ‘konsep’ yang
memiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Misalnya pada kalimat:
Sudah hampir pukul dua belas.
Apabila diucapkan oleh seorang ibu asrama putrid terhadap
pemuda yang masih bertandang di asrama itu padahal jam sudah menunjukkan hampir
pukul dua belas malam. Lain maknanya apabila kalimat itu di ucapkan oleh
seorang guru agama ditunjukkan kepada para santri pada siang hari. Makna yang
di ucapkan oleh si ibu asrama berate ‘pengusiran’ secara halus, sedangkan yang
diucapkan guru agama itu berarti ‘pemberitahuan bahwa sebentar lagi masuk waktu
sembahyang dzuhur.
7.2 JENIS MAKNA
7.2.1 MAKNA LEKSIKAL, GRAMATIKAL, DAN KONTEKSTUAL
Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada
pada leksem meski tanpa konteks apa pun. Misalnya leksem kuda memiliki makna leksikal’sejenis binatang berkaki empat yang
bisa dikendarai; pensil bermakna
leksikal ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’.
Makna gramatikal adalah makna yang baru ada kalau
terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau
kalimatisasi. Misalnya dalam proses afiksasi prefiks ber- dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal “mengenakan atau
memakai baju”
Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata
yang berada di dalam satu konteks.
Misalnya makna kata kepala:
Rambut di kepala
nenek belum ada yang putih.
Sebagai kepala sekolah
dia harus mengatur murid itu.
Makna konteks dapat berkenaan dengan situasinya, yakni
tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.
7.2.2 MAKNA REFERENSIAL DAN NON-REFERENSIAL
Sebuah kata leksem disebut bermakna referensial kalau
ada referensinya, atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah dan gambar adalah termasuk kata-kata yang referensial.
Sedangkan kata dan, atau, karena adalah
termasuk kata-kata yang bukan referensial.
Kemudian yang dimaksud kata-kata deiktik, adalah yang
acuannya tidak menetap pada satu maujud, melainkan dapat berpindah-pindah dari
maujud yang satu ke maujud yang lain. Yang termasuk kata deiktik yang termasuk
kata pronominal(dia, saya,kamu) yang menyatakan ruang (di sana, di sini, di
situ), yang menyatakan waktu (sekarang , besok, kemarin).
7.2.3 MAKNA DENOTATIF DAN KONOTATIF
Makana denotatif adalah makna asli, makna asal, atau
makna sebenarnya yang memiliki oleh sebuah leksem. Jadi makna denotatif ini
sebenarnya sama dengan leksikal. Misalnya kata babi bermakna denotatif ‘sejenis binatang yang biasa diternakkan
untuk dimanfaatkan dagingnya’.
Makna konotatif adalah makna lain yang “ditambahkan”
pada makna denotative tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau
kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. misalnya kata babi pada contoh di atas, pada orang yang
beragama islam mempunyai konotasi yang negatif, ada rasa atau perasaan yang
tidak enak bila mendengar kata itu.
7.2.4 MAKNA KONSEPTUAL DAN MAKNA ASOSIATIF
Leech(1976) membagi makna menjadi :
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh
sebuah leksem terlepas dari konteks atau
asosiasi apapun. Misalnya kata rumah
memiliki makna konseptual yaitu’bangunan tempat tinggal manusia”. Jadi makna
konseptual seperti dengan makna leksikal.
Makna asositif adalah makna yang dimiliki oleh sebuah
leksem atau kata yang berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu
yang berada di luar bahasa. Misalnya,
kata melati berasosiasi dengan
sesuatu yang suci atau kesucian. Kata merah
berasosiasi dengan berani atau juga
paham komunis. Jadi makna asosiatif ini disebut juga makna denotatif.
7.2.5 MAKNA KATA DAN MAKNA ISTILAH
Setiap kata atau leksem memiliki makna. Pada awalnya
makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotatif, makna
konseptual. Namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau
kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Misalnya pada kata jatuh:
Adik jatuh dari
sepeda.
Dia jatuh cintak
kepada adikku.
Sehingga makna kata itu masih bersifat umum, kasar dan
tidak jelas.
Yang disebut istilah
adalah mempunyai makna yang pasti,
yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Sehingga
dapat dikatakan bahwa istilah itu
bebas konteks, sedangkan kata tidak
bebas konteks. Misalnya pada kata lengan (adalah
bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu), kata tangan (bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan).
7.2.6 MAKNA IDIOM DAN PERIBAHASA
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat
“diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara
gramatikal. Misalnya dalam bahasa Indonesia bentuk menjual gigi bermakna tertawa keras-keras.
Ada dua macam idiom, yaitu
Idiom penuh adalah idiom yang semua unsur-unsurnya
sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari
seluruh kesatuan itu. Contohnya meja
hijau, menjual gigi, dan membanting tulang.
Idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya
masih memiliki makna leksikal. Contohnya daftar
hitam yang bermakna’daftar yang memuat nama-nama orang yang diduga atau
dicurigai berbuat kejahatan’.
Kemudian yang disebut peribahasa adalah makna yang
masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya
‘asosiasi’ antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Misalnya seperti anjing dengan kucing, yang
bermakna ‘dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur’.
7.3 RELASI MAKNA
Adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan
bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya. Satuan bahasa disini dapat
berupa kata, frase, maupun kalimat; dan relasi semantic itu dapat menyatakan
kesamaan makna atau juga kelebihan makna.
7.3.1 SINONIM
Sinonim atau sinonimi adalah hubungan semantik yang
menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran
lainnya. Misalnya kata betul dengan kata benar.
7.3.2 ANTONIM
Antonim atau antonimi adalah hubungan semantik antara
dua buah ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras
antara yang satu dengan yang lain. Misalnya kata mati berantonim hidup.
7.3.3 POLISEMI
Disebut polisemi kalau kata itu mempunyai makna lebih
dari satu. Misalnya kata kepala yang
setidaknya mempunyai makna 1) bagian tubuh manusia, 2) ketua atau pimpinan,3)
sesuatu yang berada di sebelah atas.
Misalnya :
1.
Kepalanya
luka karena kena pecahan kaca
2.
Kepala
kantor itu bukan paman saya
3.
Kepala
surat biasanya berisi nama dan alamat kantor.
7.3.4 HOMONIMI
Adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya
“kebetulan”sama; maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan
kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Misalnya kata bisa yang berarti ‘racun ular’ dan kata bisa yang berarti sanggup’.
Dalam homonimi ada dua kasus yang dibicarakan, yaitu
(1) homofoni adalah adanya kesamaan bunyi (fon) antara dua satuan ujaran, tanpa
memperhatikan ejaannya. Contohnya kata bank
‘lembaga keuangan’ dan bang (bentuk
singkat dari abang) yang bermakna ‘kakak laki-laki’. (2) homografi mengacu pada
bentuk ujaran yang sama ortografinya atau ejaannya, tetapi ucapan dan maknanya
tidak sama. Dalam bahasa Indonesia hanya terjadi karena ortografi fonem /e/ dan
fonem /É™/ misalnya mÉ™mÉ™rah ‘yang
berarti melakukan perah’ dan mÉ™merah’yang
berarti menjadi merah’.
7.3.5 HIPONIMI
Adalah hubungan semantiik antara sebuah bentuk ujaran
yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain. Misalnya burung (sebagai hipernim) dengan
hiponimnya merpati, tekukur, perkutut,kepodang, cucakrawa.
7.3.6 AMBIGUITI ATAU KETAKSAAN
Adalah gejala dapat terjadi kegandaan makna akibat
tafsiran gramatikal yang berbeda. Tafsiran gramatikal yang berbeda ini umumnya
terjadi pada bahasa tulis, karena dalam bahasa tulis unsur suprasegmental tidak
dapat digambarkan dengan akurat. Misalnya bentuk buku sejarah baru dapat ditafsirkan menjadi (1) buku sejarah itu
baru terbit, (2) buku itu memuat sejarah zaman baru. Kemungkinan mak (1) dan
(2) itu terjadi karena kata baru yang
ada dalam konstruksi itu, dapat dianggap menerangkan frase buku sejarah, dapat dianggap hanya menerangkan kata sejarah.
7.3.7 REDUNDANSI
Dapat diartikan sebagai berlebih-lebihannya penggunaan
unsur segmental dalam suatu bentuk ujuran. Misalnya bola itu ditendang oleh dika tidak akan berbeda maknanya bila
dikatakan Bola itu ditendang dika.
Jadi tanpa preposisi oleh. Penggunaan
kata oleh ini yang disebut redundansi.
7.4 PERUBAHAN MAKNA
Secara sinkronis makna sebuah kata tidak akan berubah,
akan tetapi secara diakronis makna sebuah kata kemungkinan akan berubah. Perubahan ini dapat terjadi karena:
Pertama, perkembangan dalam ilmu dan teknologi.
Perkembangan konsep keilmuan dan teknologi dapat menyebabkan sebuah kata yang
pada mulanya maknanya A, dapat berubah menjadi B atau C. misalnya kata sastra yang pada awalnya bermakna’tulisan, huruf’berubah menjadi
‘bacaan’ berubah lagi menjadi ‘buku yang baik isinya dan baik pula bahasanya’.
Kedua, perkembangan sosial budaya. Perkembangan dalam
masyarakat berkenaan dengan sikap sosial dan budaya, juga menyababkan
terjadinya perubahan makna. Kata saudara,
pada awalnya bermakna ‘seperut’akan tetapi sekarang digunakan ‘untuk sapaan
orang lain yang sederajat’.
Ketiga, perkembangan pemakaian kata. Misalnya dalam
bidang pertanian kita menemukan ,kosa kata menggarap
(dengan segala bentuk derivasinya seperti, garapan, penggarap, tergaraop, dan penggarapan , juga digunakan
dalam bidang lain, seperti dalam menggarap
skripsi, menggarap tugas, menggarap naskah drama.
Keempat, pertukaran tanggapan indra. Misalnya rasa pedas, yang seharusnya ditangkap oleh
alat indra perasa lidah menjadi ditangkap oleh alat pendengan telinga. Misalnya
kata-katanya pedas sekali.
Kelima, adanya asosiasi atau adanya hubungan antara
sebuah bentukujaran dengan sesuatu lain yang berkenaan dengan bentuk ujaran
itu, sehingga dengan demikian bila disebutkan ujuaran itu maka yang dimaksud
adalah sesuatu yang lain. Misalnya kata amplop,
yang sebenarnya adalah ‘sampul surat’, maka sekarang bisa diartikan ‘uang
sogok’.
7.5 MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA
7.5.1 MEDAN MAKNA
Yang dimaksud medan makna atau medan leksikal adalah
seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena
menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta
tertentu. Misalnya nama-nama warna, nama-nama perabot rumah tangga. Medan warna
dalam bahasa Indonesia mengenalkan warna seperti merah, coklat, biru, hijau, kuning, abu-abu, putih dan hitam. Dengan
catatan menurut fisika, putih adalah campuran berbagai warna, sedangkan hitam adalah tak berwarna. Untuk
memberikan nuansa warna dalam bahasa Indonesia, maka memberikan keterangan
perbandingan. merah darah, merah jambu,
dan merah bata. Dalam bahasa inggris, mengenal 11 warna dasar, white, red, green, yellow, blue, brown,
purple, pink, orange, dan grey.
7.5.2 KOMPONEN MAKNA
Yang dimaksudkan adalah makna yang dimiliki oleh
setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen, yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Misalnya kata ayah memiliki kompnen makna /+manuasia/,
/+dewasa/, /+jantan/, /+kawin/, /+punya anak/, . dan kata ibu memiliki komponen
makna /+manusia/, /+dewasa/, /-jantan/, /+kawin/, /+punya anak/.
8. SEJARAH DAN ALIRAN
LINGUISTIK
Dalam sejarah perkembangannya, linguistic dipenuhi
dengan berbagai aliran, paham, pendekatan, dan teknik penyelidikan yang dari
luar tampaknya sangat ruwet, saling berlawanan, dan membingungkan.
8.1 LINGUISTIK TRADISIONAL
Istilah tradisional dan structural sering
dipertentangkan dalam linguistik. Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa
berdasarkan filsafat dan semantic, sedangkan tata bahasa structural berdasarkan
struktur atau cirri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Misalnya
dalam merumuskan kata kerja, tata bahasa tradisional mengatakan kata kerja
adalah kata yang menyatakan tindakan atau kejadian, sedangkan tata bahasa structural
menyatakan kata kerja adalah kata yang dapat berdistribusi dengan
frase’dengan….’. di bawah ini akan dibicarakan terbentuknya tata bahasa
tradisional.
8.1.1 LINGUISTIK ZAMAN YUNANI
Studi bahasa pada zaman Yunani mempunyai sejarah yang
sangat panjang, yaitu dari abad ke 5 SM sampai kurang lebih ke-2 SM. Kurang
lebih 600 tahun. Para filsuf Yunani mempertanyakan, apakah bahasa itu bersifat
alami(fisis) atau bersifat konvensi (nomos). Bersifat alami atau fisis
maksudnya bahasa itu mempunyai hubungn asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip
abadi dan tidak dapat diganti di luar manusia itu sendiri. Dalam bidang
semantic kelompok yang menganut paham ini adalah kaum naaturalis, berpendapat
bahwa setiap kata mempunyai hubungan dengan benda yang ditunjukkan. Sebaliknya,
kaum konvensional, berpendapat bahwa bahasa bersifat konvensi, artinya
makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi atau
kebiasaan-kebiasaan, yang mempunyai kemungkinan bisa berubah. Pertentangan analogi dan anomal menyangkut
masalah abahasa itu sesuatu yang teratur atau tidakteratur. Kaum analogi,
antara lain: plato dan aristoteles, berpendapat bahwa bahasa itu bersifat
teratur. Karena adanya keteraturan itulah orang dapat menyusun tata bahasa.
Keteraturan bahasa itu tampak, misalnya dalam pembentukan jamak bahasa inggris
: boy-boys, girl-girls dan book-books.
Sebaliknya kelompok anomali berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur.
Kalau bahasa itu teratur mengapa bentuk jamak bahasa inggris child menjadi children, bukanya childs.
Dengan begitu kaum analogi sejalan dengan kaum
naturalis dan kaum anomali sejalan dengan kaum konvensional.
Dari studi bahasa pada zaman Yunani, kita mengenal
beberapa kaum:
8.1.1.1 KAUM SOPHIS
Salah seorang tokoh sophis yaitu protogoras, membagi
kalimat menjadi kalimat narasi, kalimat Tanya, kalimat jawab, kalimat perintah,
kalimat laporan, doa, dan undangan
8.1.1.2 PLATO (429-347 SM)
Onoma (bentuk tunggalnya onomata) dapat berarti (1)
nama, dalam bahasa sehari-hari. (2) nomina, nominal, dalam istilah tata bahasa
dan (3) subjek, dalam hubungan subjek logis. Sedangkan yang dimaksud
rhema(bentuk tunggalnya rhemata) dapat berarti(1) ucapan, dalam bahasa
sehari-hari (2) verba, dalam istilah tata bahasa, dan (3) predikat, dalam
hubungan predikat logis. Keduanya merupakan anggota dari logos, yaitu kalimat
atau klausa.
8.1.1.3 ARISTOTELES (348-322)
Merupakan seorang murid Plato. Hal ini perlu diketahui
bahwa Aristoteles selalu bertolak dari logika. Dia memberikan pengertian,
definisi, konsep, makna dan sebagainya
selalu berdasarkan logika.
8.1.1.4 KAUM STOIK
Kaum Stoik adalah kelompok ahli filsafat yang
berkembang pada pemulaan abad ke-4 SM. Yang dihasilkan kaum stoik lebih jauh
daripada yang telah dihasilkan oleh atau pada masa Aristoteles.
8.1.1.5 KAUM ALEXANDRIAN
Kaum Alexandrain menganut paham analogi dalam studi
bahasa. Oleh karena itu dari mereka kita mewarisi sebuah buku tata bahasa yang
disebut Tata Bahasa Dionysius Thrax sebagai
hasil mereka menyelidik kereguleran bahasa Yunani. Sifat buku yang mentradisi,
maka buku-buku tata bahasa tersebut kini dikenal dengan sebutan tata bahasa tradisional. Jadi cikal
bakal tata bahasa tradisional itu berasal dari buku Dionysius Thrax.
8.1.2 ZAMAN ROMAWI
Zaman ini dianggap kelanjutan dari zaman Yunani,
sejalan dengan jatuhnya Yunani, orang romawi mendapat pengalaman dalam bidang
linguistik dari orang Yunani. Seperti telah disebutkan bahwa awal abad pertama
Remmius Palaemon telah menerjemahkan tata bahasa Dionysius Threx ke dalam
bahasa latin dengan judul Ars Grammatika. Di para tokoh zaman Romawi.
8.1.2.1 VARRO DAN “DE LINGUA LATINA”
Dalam buku ini terdiri dari 25 jilid. Dalam buku ini
dibagi dalam bidang etimologi, morfologi dan sintaksis.
Etimologi adalah cabang linguistic yang menyelidiki
asal-asal kata beserta artinya. Dalam bidang ini , Varro mencatat adanya
perubahan bunyi yang terjadi dari zaman ke zaman, dan perubahan makna kata.
Perubahan bunyi misalnya kata duellum menjadi
belum yang artinya perang.
Morfologi adalah cabang linguistik yang mempelajari
kata dan pembentukannya. Menurut Varro kata adalah bagian dari ucapan yang
tidak dapat dipisahkan lagi, dan merupakan bentuk minimum. Dalam menyusun kelas
kata, Verro membagi kelas kata Latin dalam empat bagian, yaitu
-
Kata
benda, termasuk kata sifat, yakni kata yang disebut berinfleksi kasus.
-
Kata
kerja yakni kata yang membuat pernyataan, yang berinfleksi tense.
-
Partisile
yakni kata yang menghubungkan(dalam sintaksis kata benda dan kata kerja) yang
tidak berinfleksi.
-
Adverbium,
yakni kata yang mendukung(anggota bawahan dari kata kerja), yang tidak
berinfleksi.
8.1.2.2 INSTITUTIONES GRAMMATICAE ATAU TATA BAHASA
PRISCIA
Buku ini terdiri dari 18 jilid. Dalam buku ini ada
yang membicarakan mengenai
Fonologi, yang dibicarakan pertama adalah tulisan atau
huruf yang disebut litterae. Yang dimaksud adalah bagian terkecil dari bunyi
yang dapat dituliskan. Nama huruf-huruf nya disebut figurae, sedangkan nilai
bunyi itu disebut potestas.
Morfologi, dalam bidang ini dibicarakan antara lain
mengenai diction atau kata. Yang dimaksud kata adlah bagian yang minimum dari
sebuah ujaran dan harus diartikan terpisah dalam makna sebagai satu
keseluruhan. Kata ini dibedakan menjadi delapan jenis yang disebut partes
orationis. (1) nomen, termasuk kata benda dan kata sifat menurut klasifikasi
sekarang, (2) verbum, yaitu kata yang menyatakan perbuatan atau dikenal
perbuatan, (3) participium, yaitu kata yang selalu berderivasi dari verbum,
mengambil kategori verbum dan nomen. (4) pronomen, yaitu kata-kata yang dapat
menggantikan nomen, (5) adverbium, yaitu kata-kata yang secara sintaksis dan
semantic merupakan atribut verhum, (6) praepositio, yaitu kata-kata yang
terletak di depan bentuk yang berkasus.(7) interjection, yaitu kata-kata yang
menyatakan perasaan, sikap, atau pikiran dan (8) conjuctio, yaitu kata-kata
yang bertugas menghubungkan anggota-anggota kelas kata yang lain untuk
menyatakan hubungan sesamanya.
8.1.3 ZAMAN PERTENGAHAN
Dari zaman pertengahan ini, patut dibicarakan
mengenai:
Kaum Modistae, masih membicarakan pertentangan antara
fisis dan nomos, dan pertentangan antara analogi dan anomali. Mereka menerima
konsep analogi karena mernurut mereka bahasa itu bersifat regular dan bersifat
universal.
Tata Bahasa Spekulativa, merupakan hasil integrasi
deskripsi gramatikal bahasa latin. Menurut teori ini, kata tidak secara
langsung mewakili alam dari benda itu dalam pelbagai cara, modus, substansi,
aksi, kualitas dan sebagainya.
Petrus Hispanus, beliau pernah menjadi paus, yaiut
tahun 1276-1277 dengan gelar Paus Johannes XXI , bukunya berjudul Summulae
Logicales.
8.1.4 ZAMAN RENAISANS
Zaman ini dianggap sebagai zaman pembuka abad
pemikiran abad modern. Dalam sejarah ini
ada yang menonjol yang perlu diperhatikan (1) selain menguasai bahasa latin,
sarjana-sarjana pada waktu itu juga menguasai bahasa Yunani, bahasa ibrani dan
arab.
Bahasa Ibrani dan bahasa Arab banyak dipelajari orang
pada akhir abad pertengahan. Kedua bahasa itu diakui resmi pada akhir abad
ke-14 diUniversitas paris. Beberapa buku tata bahasa Ibrani telah ditulis orang
pada zaman Renaisans itu, antara lain Roger Bacon, Reuchlin dan N.Clenard. buku
tata bahasa yang ditulis Reuchlin berjudul De Rudimentis Hebraicis. Yang
menarik dari buku ini adalah tentang penggolongan kata. Berbeda dengan
penggolongan kata dalam bahasa Yunani dan Latin, Reuchlin menggolongkan kata
ibrani menjadi nomen, verbum, partikel. Penggolongan ini mirip dengan
penggolongan kata dalam linguistic Arab, yaitu ismun, fi’lun dan harfun.
Linguistik Arab berkembang pesat karena kedudukan
bahasa Arab sebagai bahasa kitab suci agama islam, yaitu Quran, sedangkan
bahasa kitab suci itu, menurut pandapat kebanyakan ulama islam, tidak boleh
diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Ditafsirkan memang boleh, tapi
diterjemahkan tidak boleh. Ada dua aliran linguistik Arab, (1) aliran basra,
yang mendapat pengaruh konsep analogi dari zaman Yunani. (2) aliran kufah,
memberikan perhatian kepada keanekaragaman bahasa.
8.1.5 MENJELANG LAHIRNYA LINGUISTIK MODERN
Sejak awal sudah menyebut-nyebut bahwa Ferdinand de
Saussure dianggap sebagai bapak linguistik modern. Masa antara lahirnya
linguistik modern dengan masa berakhirnya zaman renaisans ada satu tonggak yang
dianggap sangat penting dalam studi bahasa. Tonggak yang dianggap sangat
penting itu adalah dinyatakan adanya hubungan kekerabatan antara bahasa
sansekerta dengan bahasa yunan, latin, dan bahasa-bahasa jerman lainnya.
Bila dicermati pembicaraan mengenai linguistik
tradisional, secara singkat dapat dikatakan, bahwa:
-
Pada
tata bahasa tradisional ini tidak dikenal adanya perbedaan antara bahasa ujaran
dengan bahasa tulisan, oleh karena itu deskripsi bahasa hanya bertumpu pada
bahasa tulisan.
-
Bahasa
yang disusun tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil patokan-patokan
dari bahasa lain, terutama bahasa latin.
-
Kaidah-kaidah
bahasa dibuat secara preskriptif yakni benar atau salah.
-
Persoalan
kebahasaan seringkali dideskripsikan dengan melibatkan logika.
-
Penemuan-penemuan
atau kaidah-kaidah terdahulu cenderung untuk selalu dipertahankan.
8.2 LINGUISTIK STRUKTURALIS
Kalau linguistik tradisional selalu menerapkan
pola-pola tata bahasa Yunani dan Latin, maka linguistic srtukturalis berusaha
mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan cirri atau sifat khas yang dimiliki
bahasa lain. Pembicaraan linguistik
strukturalis, kita akan menemui tokoh :
8.2.1 FERDINAND DE SAUSSURE
Ferdinand dianggap sebagai bapak linguistik modern
berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya Course de Linguistique Generale yang disusun dan diterbitkan oleh
Charles Bally dan Slbert Sechehay tahun 1915. Pandangan yang dimuat dalam buku
tersebut adalah (1) telaah sinkronik dan diakronik, (2) perbedaan langue dan
parole, (3) perbedaan significant dan signifie, dan (4) hubungan sintagmatik
dan paradigmatic banyak berpengaruh dalam perkembangan linguistic dikemudian
hari.
Telaah
sinkronik adalah
mempelajari suatu bahasa pada suatu kurun waktu tertentu saja, sedangkan telaah diakronik adalah telaah bahasa
sepanjang masa, atau sepanjang zaman bahasa itu digunakan oleh para
penuturnya.
La
Langue adalah
keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara
para anggota suatu masyarakat bahasa, sifatnya abastrak. Sedangkan La
Parole adalah pemakaian atau realisasi langue oleh masing-masing anggota
masyarakat bahasa; sifatnya konkret karena parole tidak lain daripada realitas
fisis yang berbeda dari orang yang satu dengan orang yang lain.
Signifiant
adalah citra
bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran kita. Sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna
yang ada dalam pikiran kita.
Hubungan
Sintagmatik adalah
hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun
secara berurutan, bersifat linear. Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi
tampak pada urutan fonem, yang tidak merusak makna. Misalnya kita , bisa dijadikan ikat, kiat, kait.
Hubungan
paradigmatic adalah
hubungan antara unsure-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan
unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan.
Hubungan paradigmatik tampak pada tataran fonologi, pada contoh bunyi /r/, /k/,
/b/, /m/, /d/ yang terdapat pada kata rata, kata, bata, mata, dan data.
8.2.2 ALIRAN PRAHA
Dalam bidang fonologi, aliran praha inilah yang
pertama-tama membedakan dengan tegas akan fonetik dan fonologi. Fonetik
mempelajari bunyi-bunyi itu sendiri, sedangkan fonologi mempelajari fungsi
bunyi tersebut dalam suatu sistem. Istilah fonem yang sejarahnya berasal dari
bahasa Rusia fonema, lalu digunakan oleh sarjana Polandia Baudoin de Courtenay
untuk membedakan pengertian fonem dari fon (bunyi)diperkenalkan oleh sarjana
polandia lainnya. Struktur bunyi dijelaskan dengan memakai kontras atau
oposisi. Ukuran untuk menentukan apakah bunyi-bunyi ujaran itu beroposisi atau
tidak adalah makna. Perbedaan bunyi yang tidak menimbulkan perbedaan makna
adalah tidak distingtif. Artinya bunyi-bunyi tersebut tidak fonemis. Sedangkan
yang menimbulkan perbedaan makna adalah distingtif. Jadi bunyi-bunyi tersebut
bersifat fonemis. Dalam bahasa Indonesia bunyi /l/ dan /r/ adalah dua buah
fonem yang berbeda, sebab terdapat oposisi di antara keduanya seperti tampak
pada pasangan kata lupa dan rupa.
8.2.3 ALIRAN GLOSEMATIK
Aliran ini lahir di Denmark, tokohnya antara lain
Louis Hjemslev (1899-1965) yang meneruskan ajaran Ferdinand. Menurut Hjemslev
teori bahasa haruslah bersifat sembarang saja, artinya harus merupakan suatu
sistem deduktif semata-mata. Teori ini harus dapat dipakai secara tersendiri untuk memperhitungkan
kemungkinan-kemungkinan yang timbul dari premis-premisnya. Dapat dikatakan
sebagaimana de Saussure, maka Hjemslev juga menganggap bahasa sebagai suatu
sistem hubungan dan mengakui adanya hubungan sintagmatik dan hubungan
paradigmatik.
8.2.4 ALIRAN FIRTHIAN
Nama John R. Firt guru besar pada Universitas London,
dengan teorinya Fonologi Prosodi yang merupakan suatu cara untuk menentukan
arti pada tataran fonemis.
Ada tiga macam pokok prosadi: (1) prosodi yang
menyangkut gabungan fonem: struktur kata, struktur suku kata, gabungan
konsonan, dan gabungan vocal; (2) prosodi yang terbentuk oleh sendi atau jeda
dan (3) prosodi yang realisasi fonetisnya melampaui satuan yang lebih besar
daripada fonem-fonem suprasegmental.
8.2.5 LINGUISTIK SISTEMIK
M.A.K Halliday seorang murid Firth dengan teori yang
dikenal adalah Neo-Firthian Linguistics
ataun Scale and Category Linguistics. Kemudian ada nama baru yaitu Systemic
Linguistics (SL), dalam bahasa indonesia yang tepat adalah Linguistik Sistemik.
Pokok-pokok pandangan SL adalah
- SL memberikan perhatian penuh pada segi kemasyarakatan
bahasa, terutama mengenai fungsi kemasyarakatan bahasa dan bagaimana fungsi
kemasyarakatan itu terlaksana dalam bahasa.
-SL memandang bahasa sebagai “pelaksana”, SL mengakui
pentingnya langue dan parole.
-SL lebih mengutamakan pemerian cirri-ciri bahasa
tertentu beserta variasi-variasinya, tidak atau kurang tertarik pada semestaan
bahasa.
-SL mengenal adanya gradasi atau kontinum.
-SL menggambarkan tiga tataran yaitu substansi, forma,
situasi. Substansi adalah bunyi yang kita ucapkan waktu kita berbicara dan
lambang yang kita gunakan waktu kita menulis. Forma adalah susunan substansi
dalam pola yang bermakna. Forma terbagi dua, (1) leksis, yakni yang menyangkut
butir-butir lepas bahasa dan pola tempat butir-butir itu terletak, (2)
gramatika, yakni yang menyangkut kelas-kelas butir bahasa dan pola-pola tempat
terletaknya butir bahasa tersebut. situasi langsung adalah situasi pada waktu
suatu tutran benar-benar diucapkan. Sedangkan situasi luas, menyangkut semua
pengalaman pembicara atau penulisnya untuk memakai tuturan.
8.2.6 LEONARD BLOOMFIELD DAN STRUKTURALIS AMERIKA
Bukunya yang terkenal adalah Language (terbit pertama kali tahun 1933), dan selalu dikaitkan
dengan aliran struktural Amerika. Istilah strukturalis sebenarnya dapat
dikenakan kepada semua aliran linguistik, sebab semua aliran linguistic pasti
berusaha menjelaskan seluk-beluk bahasa berdasarkan strukturnya. Namun nama
strukturalisme lebih dikenal dan menyatu kepada aliran linguistik yang
dikembangkan oleh bloomfield dan kawan-kawannya amerika. Aliran ini berkembang
pesat tahun 30-an sampai tahun 50-an. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
berkembangnya aliran ini,
Pertama,
pada masa itu
para linguis di Amerika menghadapi masalah yang sama, yaitu banyak sekali
bahasa Indian di Amerika yang belum diperikan. Mereka ingin memberikan
bahasa-bahasa Indian itu dengan cara baru yaitu secara sinkronik. Cara lama
yaitu secara historis atau diakronik
kurang bermanfaat dan diragunakan keberhasilannya, karena bahasa Indian
sedikit sekali diketahui.
Kedua,
sikap Bloomfield
yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada
masa itu di Amerika yaitu filsafat behaviorisme. Oleh karena itu dalam
memerikan bahasa aliran strukturalisme ini mendasarkan diri pada fakta-fakta
obyektif yang dicocokkan dengan kenyataan-kenyaatan yang dapat diamati.
Aliran strukturalis yang dikembangkan Bloomfield
dengan para pengikutnjya sering disebut aliran taksonomi dan aliran
Bloomfildian, karena bermula dari gagasan bloomfield. Disebut aliran taksonomi,
karena aliran ini menganalisis dan mengklasifikasikan unsur-unsur bahasa
berdasarkan hubungan hierarkinya. Dalam menganalisis kalimatnya digunakan
teknik Immediate Constituents Analisis (IC analisys).
8.2.7 ALIRAN TAGMEMIK
Aliran tagmemik dipelopori olej Kennet L.Pike seorang
tokoh Summer Institute of Linguistics, yang
mewarisi pandangan-pandangan Bloomfield., sehingga aliran ini bersifat strukturalis,
menurut aliran ini satuan dasar dari sintaksis adalah tagmem(berasal dari
bahasa Yunani yang berarti ‘susunan’.
Tagmem adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau
slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk
mengisi slot tersebut. misalnya kalimat Pena itu berada di atas meja, bentuk Pena itu mengisi subjek; dan tagmem
subjeknya dinyatakan dengan pena itu.
Menurut Pike satuan dasar sintaksis tidak dapat dinyatakan dengan fungsi-fungsi
saja, seperti subjek + predikat + objek; dan tidak dapat dinyatakan dengan
deretan bentuk-bentuk saja, seperti Frase benda + frase kerja +frase benda,
melainkan harus diungkapkan bersama dalam rentetan rumus seperti:
S:FN + P:FV + O:FN
Dibaca fungsi subjek diisi frasa nominal, fungsi
predikat diisi frasa verbal, dan fungsi objek diisi oleh frasa nominal.
Kalimat : saya
menulis surat dengan pensil.
S KG P KKt O KB K FD
Pel ak tuj al
Saya menulis surat dengan pensil
Keterangan :
S =
fungsi subjek
P =
fungsi predikat
O =
fungsi objek
K =
fungsi keterangan
KG = kata
ganti
KKt = kata
kerja transitif
KB = kata
benda
FD = frase
depan
Pel =
pelaku
ak = aktif
tuj =
tujuan
al = alat
8.3 LINGUISTIK TRANFORMASIONAL DAN ALIRAN-ALIRAN
SESUDAHNYA
Lahirnya linguistik transformasional dikarenakan
aliran struktural dianggap masih banyak kelemahan, akan tetapi linguistic
transformasional pun masih dirasakan orang banyak kelemahannya, sehingga orang
membuat model lain yang lebih baik, misalnya semantik generatif , model tata
bahasa kasus, model tata bahasa relasional, dan model tata bahasa stratifikasi.
8.3.1 TATA BAHASA TRANFORMASI
Dapat dikatakan tata bahasa transformasi lahir dengan
terbitnya buku Noam Chomsky yang berjudul Syntactic Structure pada tahun 1957.
Menurut Chomsky salah satu tujuan dari penelitian bahasa adalah untuk menyusun
tata bahasa dari bahasa tersebut. bahasa dapat dianggap sebagai kumpulan
kalimat yang terdiri dari deretan bunyi yang mempunyai makna. Setiap tata
bahasa dari suatu bahasa, menurut Chomsky adalah merupakan teori dan tata
bahasa harus memenuhi syarat :
Pertama,
kalimat yang
dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa
tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.
Kedua,
tata bahasa
tersebut harus terbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan atau istilah yang
digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja dan semuanya ini
harus sejajar dengan teori linguistik tertentu.
Sejalan dengan konsep langue dan parole dari de
Saussure, maka Chomsky membedakan adanya kemampuan
competence) dan perbuatan berbahasa (performance) . kemampuan adalah
pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya, sedangkan
perbuatan berbahasa adlah pemakaian bahasa itu sendiri dalam keadaan yang
sebenarnya.
Leksikon
merupakan daftar
morfem beserta keterangan yang diperlukan untuk penafsiran semantic, sintaksis,
dan fonologi.
Kaidah
transformasi mengubah
struktur batin yang dihasilkan oleh kaidah-kaidah kategori menjadi struktur
batin.
Komponen
semantic memberikan
interpretasi semantik pada deretan unsur yang dihasilakan oleh subkomplemen
dasar, artinya kalimat yang dihasilkan ditentukan oleh komplemen ini. Arti
sebuah morfem dapat digambarkan dengan memberikan unsure makna atau cirri
semantic yang membentuk arti morfem itu. Misalnya kalau kata ayah dan ibu kita bandingkan dengan kata pensil
dan kursi, maka dapat kita lihat
kata ayah dan ibu mempunyai cirri semantic /+makhluk/ sedangkan kata pensil dan kursi tidak memiliki atau mempunyai cirri semantik /-makhluk/.
Komponen
fonologi memberikan
interpretasi fonologi pada deretan unsur yang dihasilkan oleh kaidah
transformasi. Dengan memakai kaidah fonologi deretan unsur tadi dapat
diucapkan.
8.3.2 SEMANTIK GENERATIF
Menjelang dasawarsa tujuh puluhan beberapa murid dan
pengikut Chomsky, antara lain Postal, Lakoff, Mc Cawly dan Kiparsky, sebagai
reaksi terhadap Chomsky memisahkan diri dari kelompok Chomsky dan membentuk
kelompok sendiri. Kelompok Lakoff ini kemudian terkenal dengan sebutan kaum
semantif generatif. Menurut teori generatif semantik, struktur semantik dan
struktur sintaksis bersifat homogen, dan untuk menghubungkan kedua struktur itu
cukup hanya dengan kaidah transformasi saja. menurut semantik generative, sudah
seharusnya semantic dan sintaksis diselidiki bersama sekaligus karena keduanya
adalah satu. Struktur semantik ini serupa dengan struktur logika.
8.3.3 TATA BAHASA KASUS
Tata bahasa kasus diperkenalkan oleh Charles J,
Filmore dalam karangannya berjudul “the Case for Case” tahun 1968 yang dimuat
dalam buku Bach, E. dan R. dalam karangannya, Fillmore membagi kalimat atas (1)
modalitas, yang bisa berupa unsure negasi, kala, aspek dan adverbial. Dan
proposisi, yang terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus.
Yang dimaksud kasus disini adalah hubungan antara
verba dengan nomina.
Dalam teori ini tidak dibatasi jumlah kasusnya, tetapi
dalam versi 1971 dibatasi atas kasus(1) agent adalah pelaku perbuatan atau yang
melakukan suatu perbuatan, (2) experience adalah mengalami peristiwa
psikologis, seperti dia merasa takut. (3) object adalah sesuatu yang dikenai
perbuatan, (4) source adalah keadaan, tempat atau waktu yang sudah. (5) goal
adalah keadaan, tempat atau waktu yang kemudian. Referential adalah acuan,
seperti Husin dalam kaliamat Husin temanku.
8.3.4 TATA BAHASA RELASIONAL
Tata bahasa relasional muncul pada tahun 1970-an
sebagai tantangan langsung dari aliran transformasi. Tokoh-tokoh aliran ini
adalah David M. Perlmutter dan Paul M. Postal. Buah pikiran mereka tentang tata
bahasa ini dapat dibaca dalam karangan mereka, antara lain Lectures on Relational Grammar (1974), “Relational Grammar.
Sama halnya dengan tata bahasa transformasi, tata
bahasa relasional juga berusaha mancari kaidah kesemestaan bahasa. Dalam hal
ini tata bahasa relasional (TR) banyak menyerang tata bahasa Transformasi (TT),
karena menganggap teori-teori TT itu tidak dapat diterapkan pada bahasa-bahasa
lain selain bahasa inggris. Menurut teori tata bahasa relasional, setiap
struktur klausa terdiri dari jaringan relasional (relational network) yang
melibatkan tiga macam maujud :
a.
Seperangkat
simpai (nodes) yang menampilkan elemen-elemen di dalam suatu struktur
b.
Seperangkat
tanda relasional yang merupakan nama relasi gramatikal yang disandang oleh
elemen-elemen itu dalam hubungannya dengan elemen lain.
c.
Seperangkat
“coordinates” yang dipakai untuk menunjukkan pada tataran yang manakah elemen-elemen itu menyandang
relasi gramatikal tertentu terhadap elemen yang lain.
8.4 TENTANG LINGUISTIK DI INDONESIA
8.4.1 Penelitian bahasa pada zaman kolonial itu
kebanyakan hanya bersifat observasi dan klasifikasi; belum bersifat alamiah,
karena belum merumuskan teori. Namun kalau kita lihat hasil penelitian yang
dilakukan oleh sarjana seperti Van Der Tuuk, Bransdstetter, Demwolf, dan Kem,
tampaknya mereka telah melampaui batas tahap observasi dan klasifikasi, sebab
mereka telah juga merumuskan sejumlah teori, misalnya mengenai sistem bunyi
bahasa-bahasa yang ada di nusantara. Ingat saja akan apa yang disebut”Hukum Van
Der Tuuk” atau hukum “R-G-H” dan hukum R-D-L”.
8.4.2 Anton M. Moeliono dan T.W Kamil merupakan orang
yang kiranya pertama-tama memperkenalkan konsep fonem, morfem, frase, dan
klausa dalam pendidikan formal linguistik di Indonesia. Sebelumnya
konsep-konsep tersebut sebagai satuan lingual belum dikenal. Yang dikenal
hanyalah satuan kata dan kalimat.
8.4.3 Pada tanggal 15 November 1975, atas prakarsa sejumlah
linguis senior, berdirilah organisasi kelinguistikan yang diberi nama Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI).
Anggotanya adalah para linguis yang kebanyakan bertugas sebagai pengajar di
perguruan tinggi negeri atau swasta dan di lembaga-lembaga penelitian bahasa. Tiga
tahun sekali MLI mengadakan musyawarah nasional, yang acaranya selain
membicarakan organisasi, juga mengadakan seminar mengenai linguistik dengan
makalah yang disajikan oleh para anggota. Selain acara seminar yang bersifat
nasional yang diselenggarakan oleh pengurus pusat, banyak pula acara seminar
yang diselenggarakan oleh pengurus komisariat di daerah. Untuk melengkapi
keberadaanny, sejak 1983 MLI menerbitkan sebuah jurnal yang diberi nama Linguistik Indonesia. Jurnal ini
dimaksudkan sebagai wadah bagi para anggota MLI untuk melaporkan atau
mempublikasikan hasil penelitiannya. Isi jurnal Linguistik Indonesia antara tahun 1983 sampai tahun 1989 dapat
dilihat pada Kaswanti Purwo (1990).
Jauh sebelum terbitnya Jurnal Linguistik Indonesia sebenarnya di Indonesia sudah ada majalah
linguistik yang menggunakan bahasa pengantar bahasa inggris. Majalah ini lebih
dikenal dengan nama NUSA dirintis penerbitannya oleh Prof. Dr. J.W.M Verhaar
SJ, dan dieditori oleh sejumlah linguis Indonesia, diantaranya Amran Halim,
Soenjono Dardjowidjojo, Ignatius Soeharno, dan Soepomo Poedjosoedarmo.
8.4.4 penyelidikan terhadap bahasa-bahasa daerah di
Indonesia dan bahasa nasional Indonesia, banyak pula dilakukan orang di luar
Indonesia. Universitas Leiden di Negeri Belanda telah mempunyai sejarah panjang
dalam penelitian-penelitian bahasa Nusantara. Di sana antara lain ada Uhlenbeck
dengan kajiannya yang sangat luas terhadap bahasa Jawa, ada Voorhove, Teeuw,
Rolvink; dan terakhir Grijnns dengan kajian dialek jakartanya. Di London ada
Robins dengan kajian bahasa sundanya. Begitu juga di Amerika, Jerman, Italia,
Rusia dan Australia banyak dilakukan kajian tentang bahasa-bahasa Indonesia.
8.4.5 Sesuai dengan fungsinya sebagai bahasa nasional,
bahasa persatuan dan bahasa Negara, maka bahasa Indonesia tampaknya menduduki
tempat sentral dalam kajian linguistik dewasa ini, baik di dalam negeri maupun
di luar negeri. Perbagai aspek segi dan aspek bahasa telah dan masih menjadi
kajian yang dilakukan oleh banyak pakar dengan menggunakan berbagai teori dan
pendekatan sebagai dasar analisis. Secara nasional bahasa Indonesia telah
mempunyai sebuah buku tata bahasa baku dan sebuah kamus besar yang disusun oleh
para pakar handal.
Dalam kajian bahasa nasional Indonesia di Indonesia
tercatat nama-nama seperti Kridalaksana, Kaswanti purwo, Dardjowidjojo, dan
Soedarjanto, yang telah banyak menghasilkan tulisan mengenai pelbagai segi dan
aspek bahasa Indonesia.